
Sudah Terikat dengan PLN, Konsumen PLTS Atap Bisa Jual Listriknya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sudah mengeluarkan aturan terbaru tentang pemanfaatan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).
Permen anyar tersebut merupakan revisi dari peraturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2021.
Meski secara umum peraturan baru ini menghapuskan poin tentang ekspor listrik dari warga pemilik PLTS Atap ke PLN, namun pemerintah menghargai bila sebelum aturan ini berlaku warga sudah terikat perjanjian dengan PT PLN (Persero) sebagai pemegang IUPTLU, maka perjanjian itu tetap berlaku selama 10 tahun.
Hal ini tertuang dalam Pasal 47 (1), Bab VI terkait Ketentuan Peralihan Peraturan Menteri ESDM No.2/2024. Berikut bunyi Pasal 47 tersebut:
1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Sistem PLTS Atap yang telah beroperasi secara terhubung dengan jaringan Pemegang IUPTLU sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku yang telah menggunakan mekanisme perhitungan ekspor impor energi listrik dan ketentuan biaya kapasitas (capacity charge), dinyatakan tetap berlaku selama 10 (sepuluh) tahun sejak mendapatkan persetujuan dari Pemegang IUPTLU; atau
b. Pelanggan PLTS Atap yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemegang IUPTLU namun belum beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor energi listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya dinyatakan tetap berlaku selama 10 (sepuluh) tahun sejak mendapatkan persetujuan dari Pemegang IUPTLU.
Namun, bila ada pengajuan perubahan kapasitas dari permohonan awal, maka sistem yang dilaksanakan yaitu berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.2/2024 ini. Hal ini tertuang dalam Pasal 47 (2), sebagai berikut:
"2. Dalam hal Pelanggan PLTS Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan perubahan kapasitas dari permohonan awal, Sistem PLTS Atap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini."
Adapun, bagi masyarakat yang baru akan memasang PLTS atap usai Permen anyar tersebut berlaku, maka skema jual beli listrik antara konsumen dan PLN sudah tidak bisa diberlakukan.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana juga mengatakan, peraturan ini akan menerapkan sistem kuota, mengingat PT PLN (Persero) harus menjamin kualitas listrik tetap andal untuk disalurkan kepada masyarakat dan industri.
"PLN juga punya keterbatasan dari sisi menerima listrik dari PLTS Atap. Misalnya sekarang mendung, padahal PLN menghitung ini ada listrik PLTS Atap, di satu sisi harus menyediakan listrik yang harus siap salur, di sisi lain tetap harus menyalurkan listrik yang berkualitas," tambahnya.
Sistem kuota tersebut termaktub dalam Pasal 7-11, di mana kuota pengembangan sistem PLTS Atap disusun oleh pemegang IUPTLU dengan mempertimbangkan arah kebijakan energi nasional, rencana dan realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik, serta keandalan sistem tenaga listrik sesuai dengan ketentuan dalam aturan jaringan sistem tenaga listrik (grid code) pemegang IUPTLU untuk jangka waktu 5 tahun yang dirincikan per tahun.
Kuota pengembangan PLTS Atap tersebut diusulkan ke Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan dengan tembusan Dirjen EBTKE, yang kemudian akan dievaluasi dan akan ditetapkan oleh Dirjen Ketenagalistrikan.
Dengan adanya revisi dalam Permen PLTS Atap tersebut, Dadan tidak menampik bahwa pengembangan PLTS Atap untuk rumah tangga akan kurang menarik. Karena untuk rumah tangga, puncak beban listrik berada pada malam hari, sedangkan produksi listrik dari PLTS Atap terjadi pada siang hari.
"Memang PLTS Atap agak sulit untuk rumah tangga, karena tidak ada ekspor impor listrik dan tidak ada titip (listrik). Kalau dulu kan bisa dititipkan di PLN terus dipakai malam, rumah tangga itu kan pakai listriknya malam, padahal matahari kan adanya siang, nah ini kurang match disitu. Kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan listrik," tuturnya.
Namun, Dadan mengatakan bahwa pemerintah akan mendorong pemanfaatan PLTS Atap untuk industri-industri, mengingat konsumsi listrik industri relatif stabil, dan untuk mengejar target pemasangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW pada tahun 2025 nanti.
"Kita dorong (PLTS Atap) industri, karena punya base load, dan itu skalanya besar-besar. Kita tidak menurunkan target, target PLTS Atap 3,6 GW 2025, tapi kita masih menunggu, masih membahas, masih memastikan kuota yang keluar tahun ini berapa, karena akan ada urusannya dengan keandalan sistem PLN. Lagi dihitung oleh Ditjen Gatrik, EBTKE dan PLN," tandasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Baru Diresmikan, Intip Pabrik Hidrogen Hijau Milik PLN