Terungkap! Ini Alasan Konsumsi Kelas Menengah RI Loyo

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
Senin, 12/02/2024 15:00 WIB
Foto: (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia cenderung enggan mengeluarkan uangnya untuk belanja hingga saat ini, dan lebih memilih untuk berinvestasi di instrumen surat berharga.

Pemerintah dan Badan Pusat Statistik (BPS) sudah merekam tren penurunan tingkat belanja tersebut. Demikian juga indeks belanja masyarakat di perbankan, seperti indeks transaksi belanja (intrabel) milik BCA.


Secara nominal, berdasarkan intrabel BCA, pertumbuhan tingkat konsumsi tercatat turun 3,95% secara tahunan atau year on year per 25 Januari 2024. Tren penurunan belanja ini sudah terjadi sejak pertengahan 2021 dari angkanya saat itu tumbuh di level kisaran 30%.

"Di intrabel itu jelas yang nominal, itu turun terus," kata Kepala Ekonom BCA David Sumual saat ditemui di Menara BCA, Jakarta, Senin (12/2/2024).

Sama seperti pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nominal, nilai konsumsi itu terus turun. Meskipun secara volume naik, yakni 11,17% yoy per 25 Januari 2024 seperti PDB riil 2023 yang masih tumbuh 5,05%.

Namun PDB Nominal terus turun tingkat pertumbuhannya, dari sejak kuartal III-2022 tumbuh 17,09% menjadi hanya tumbuh 4,51% pada kuartal III-2023. PDB nominal menurut David lebih mencerminkan kondisi sesungguhnya dari aktivitas perekonomian.

"Nah PDB nominal kita dari tahun lalu turun terus, biasanya dua digit bisa 15%-12% tahun lalu turun jadi 6,7%, ke 4,5%, terakhir kuartal IV-2023 antara 3,6%-3,7%, turun terus. Artinya memang omzet perusahaan memang turun," ucap David.

David menjelaskan, terus merosotnya tingkat konsumsi masyarakat, yang turut memengaruhi turunnya PDB nominal Indonesia disebabkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah yang rendah, serta kelas menengah atas yang lebih memilih berinvestasi ketimbang belanja.

"Yang jatuhnya paling dalam segmen menengah atas, pertama karena imbal hasil kecenderungannya bagus, deposito, SBN menarik, jadi mereka lebih suka saving atau invest dibanding spending," ucap David.

"Padahal kelas menengah atas ini presentasinya sekitaran sama data kita dengan BPS, sekitar 70% dari total spending," tegasnya.

Khusus untuk masyarakat kalangan menegah ke bawah, terutama yang di luar Jawa, atau pendapatannya yang tergantung pergerakan harga komoditas, menurut David ikut memengaruhi pendapatannya yang ikut tergerus.

BPS mencatat garga-harga komoditas andalan ekspor Indonesia, seperti minyak kelapa sawit turun dari US$ 1.344,8 per metrik ton pada Januari 2022 menjadi hanya US$ 813,5 per metrik ton pada Desember 2023.

Lalu, batu bara dari US$ 197 per metrik ton hanya menjadi US$ 141,8 per metrik ton, nikel dari US$ 22,4 ribu per metrik ton menjadi US 16,5 ribu metrik ton, gas alam dari US$ 4,3/mmbtu menjadi US$ 2,5/mmbtu, dan minyak mentah dari US$ 83,9/bbl menjadi US$ 75,7/bbl.

"Kalau yang mendasarkan pendapatannya dari komoditas, orang-orang di luar Jawa, ya mereka merasakan lebih rendah, dua tahun terakhir turun," tutur David.

BPS juga mencatat konsumsi rumah tanggap pada kuartal IV-2023 hanya tumbuh 4,47% secara tahunan atau year on year (yoy), turun dari kuartal III-2023 sebesar 5,05% yoy, dan kuartal IV-2022 sebesar 4,5%.

Sepanjang 2023 pun, atau secara kumulatif (cumulative to cumulative/ctc), level konsumsi rumah tangga bahkan hanya tumbuh 4,82%, lebih rendah dari pertumbuhan 2022 yang sebesar 4,94%.

Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar mengatakan, melambatnya konsumsi rumah tangga itu disebab kelas menengah atas yang cenderung menahan belanjanya.

"Kalau kami perhatikan dari data yang kami catat terutama berasal dari perlambatan pengeluaran kelompok menengah atas," kata Amalia saat konferensi pers di kantornya, dikutip Selasa (6/2/2023).

Kelas itu, menurut Amalia, menahan belanja dengan mengalihkan dananya ke instrumen investasi finansial seperti simpanan berjangka. "Jadi artinya ada sedikit pergeseran dari spending kepada investasi," ucap Amalia.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengakui kalangan kelas menengah ke atas menahan belanjanya juga disebabkan ketidakpastian ekonomi, serta masuknya tahun politik itu.

"Karena biasanya mereka akan less spending kalau merasa ke depan ada ketidakpastian, mereka akan menabung," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin (5/2/2024).

Karena itu, yang bisa dilakukan pemerintah menurut Airlangga saat ini adalah dengan memberikan optimisme kepada masyarakat bahwa kondisi perekonomian Indonesia akan tetap stabil, termasuk saat masuknya tahun politik 2024.

"Oleh sebab itu, kepastian menjadi penting terutama juga kalau proses politik akan berjalan lancar, sehingga investasi tidak menunda kemudian orang lebih berani spending," tutur Airlangga.


(arm/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Daya Beli Tertekan, Pertumbuhan Ritel Berpotensi di Bawah 10%