Sad But True, Cuma 20% RT di Indonesia Punya Akses Air Bersih
Jakarta, CNBC Indonesia - Akses air bersih di tanah air masih belum merata dan dibutuhkan peningkatan infrastruktur lebih lanjut. Pasalnya, baru 20% masyarakat Indonesia yang mampu mendapatkan akses air bersih.
Menurut data Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI), pada 2023 hanya sebanyak 19,47% rumah tangga yang memiliki akses terhadap air pipa. Hal ini disebabkan oleh adanya kesenjangan yang besar pada pendanaan akses air bersih di seluruh Indonesia.
Adapun salah satu dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2024 menargetkan akses untuk air yang layak pakai sebesar 100%, air yang aman untuk dipakai sebesar 15%, dan rumah tangga yang memiliki akses terhadap air pipa sebesar 30%. Sementara itu, salah satu target Sustainable Development Goals (SDG) tahun 2030 adalah akses untuk air yang aman untuk dipakai sebesar 100%.
Kendalanya, masih ada kesenjangan dalam pendanaan akses air sehingga ada infrastrukturnya masih berjalan lebih lama dibandingkan jumlah penduduk. Apalagi dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk pembangunan akses air bersih ini.
Misalnya saja, untuk menyediakan tambahan program 10 juta sambungan rumah, dibutuhkan investasi sekitar Rp 123 triliun. Adapun SR merupakan pemasangan atau instalasi pipa air untuk distribusi kepada masyarakat desa.
Namun, alokasi dari pemerintah hanya sebesar 70% dari total pendanaan program tersebut. Hal ini dipaparan oleh Presiden Direktur Danareksa Yadi Jaya Ruchandi dalam Workshop terkait "Designing Global Water Fund Establishment", Senin, (5/2/2024).
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa kesenjangan pendanaan untuk target RPJMN 2024 dan SDGs 2030 terkait air sebesar 10%. Menurut PERPAMSI, dibutuhkan Rp300 triliun guna mengisi jarak antara kesenjangan pendanaan tersebut pada tahun 2030 mendatang.
"Jadi jelaslah ada kesenjangan pendanaan dalam industri air. Tetapi, yang butuh didiskusikan tidak hanya cukup tentang pendanaan alternatif, yang mana kami sediakan untuk industri air Indonesia. Tapi juga dibutuhkan iklim investasi yang cocok," ujar Yadi.
(rah/rah)