
Ekspor Terus Merosot, Tren Surplus Neraca Dagang Terancam

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja Ekspor Indonesia berpotensi makin tertekan pada tahun depan. Hal ini disebabkan penurunan harga komoditas dan melemahnya perekonomian negara mitra dagang utama Indonesia.
Lonjakan harga komoditas dalam dua tahun terakhir muncul bak durian runtuh bagi Indonesia. Dampaknya sangat besar, mulai dari peningkatan ekspor, penerimaan negara hingga pertumbuhan daerah sumber komoditas tersebut.
Beberapa negara mitra dagang utama itu di antaranya China yang porsi ekspor Indonesia ke negara itu mencapai 25,49% hingga November 2023, lalu Amerika Serikat 9,54%, dan Eropa yang porsinya terhadap total ekspor Indonesia sebesar 6,84%.
Lembaga internasional, seperti IMF memperkirakan ekonomi AS akan tertekan ke level 1,5% pada 2024, dari perkiraan 2023 tumbuh 2,1%. Lalu, China hanya tumbuh 4,2% dari 5% pada 2023, dan Eropa juga 1,2% dari perkiraan tahun ini 0,7%.
Perkiraan World Bank lebih buruk lagi. AS mereka proyeksikan ekonominya hanya tumbuh 0,8% pada 2024 dari 1,1% tahun ini. Eropa 1,3% dari 0,4% dan China hanya sebesar 4,6% dari proyeksi pertumbuhan 2023 sebesar 5,6%.
Melemahnya perekonomian mitra dagang utama Indonesia sudah mulai mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Ekspor kumulatif Indonesia pada periode Januari-November 2023 menjadi hanya US$236,41 atau turun 11,38%, jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Penurunan ini cukup parah jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-November 2022 mencapai US$268,18 miliar atau naik 28,16% dibandingkan periode yang sama pada 2021.
Kondisi itu membuat surplus neraca perdagangan Indonesia terus merosot. November nilainya hanya US$ 2,41 miliar atau turun dari Oktober yang sebesar US$ 3,48 miliar. Secara kumulatif Januari-November 2023 pun hanya mencapai US$ 33,63 miliar, anjlok US$ 16,91 miliar dari periode yang sama tahun lalu US$ 50,54 miliar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, rambatan tekanan ekonomi dari global ke Indonesia masuk dari jalur perdagangan. Kondisi ekonomi China yang tengah mengalami pelemahan akibat utang publik yang melonjak hingga perlambatan manufaktur mulai berdampak ke berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
"Berbagai faktor struktural yang sifatnya jangka menengah panjang, antara lain labor aging serta krisis properti masih menjadi faktor pemberat dari perekonomian Tiongkok," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip Kamis (21/12/2023).
Senior Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia mengungkapkan penurunan aktivitas di Tiongkok, setelah tampaknya mengalami perubahan pada kuartal III-2023. Hal ini mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia.
"Perlambatan manufaktur (dengan PMI pada tanggal 23 November sebesar 49,4) berdampak negatif pada ekspor baja dan nikel (RI), sementara peningkatan ekspor timah hanya mencerminkan larangan penambangan timah di Myanmar yang mengalihkan permintaan ke Indonesia," kata Barra.
Data BPS memperlihatkan barang besi dan baja mengalami penurunan sebanyak 6,82% secara bulanan (month to month/mtm), kemudian nikel dan barang daripadanya turun 17,16% (mtm), serta ampas dan sisa industri makanan turun 27,8% (mtm).
Sementara itu, dampak dari AS, terjadi karena aktivitas ekonominya yang masih ditopang oleh sektor jasa. Membuat permintaan barang-barang impor dari luar negeri, termasuk dari Indonesia belum signifikan.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu. Menurutnya, meskipun perekonomian Amerika Serikat (AS) dalam tren menguat, impor AS dari global secara keseluruhan masih terkontraksi.
"Hal ini terutama karena tren penguatan ekonomi AS lebih ditopang oleh sektor jasa domestik," kata Febrio dalam pernyataan resmi Jumat (17/11/2023).
Terbukti, nilai ekspor Indonesia ke AS terkontraksi sebesar -0,51% (mtm). Febrio juga melihat perlambatan aktivitas ekonomi di kawasan ASEAN, yang menyebabkan ekspor ke Singapura dan Malaysia terkontraksi masing-masing sebesar 4,73% dan 2,28% (mtm).
Ekonom Senior Bambang Brodjonegoro menuturkan pelemahan ekonomi global menjadi tantangan kinerja perdagangan RI ke depan. Penurunan surplus ke kisaran US$ 2,41 miliar pada November 2023 ini dipicu oleh faktor pelemahan ekonomi global.
"Kemudian, faktor kedua, tren penurunan harga komoditas yang sudah terjadi pada awal tahun ini akhirnya menunjukkan dampak kepada surplus kita," ujar Bambang kepada CNBC Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan kerawanan, karena menurut Bambang Indonesia masih bergantung pada ekspor sumber daya alam. Terbukti, komoditas unggulan RI seperti minyak kelapa sawit dan nikel melemah di tengah kondisi ekonomi global yang melambat. Bambang optimistis surplus masih dapat berlanjut hingga Desember 2023.
Namun, dia tidak menjawab potensi surplus tahun depan. Bambang hanya mengingatkan bahwa pelemahan ekonomi global diprediksi masih berlanjut hingga 2024 karena sejumlah sentimen seperti suku bunga tinggi di negara maju. "Berarti untuk menjaga performance 2024, kita harus memperhatikan negara tujuan ekspor, dalam hal ini, utamanya China, India, nomor 3 adalah AS," kata Bambang.
Dia meyakini India bisa menjadi pasar ekspor besar RI menggantikan China. Pasalnya, kata Bambang, ekonomi India tercatat melesat dibandingkan mitra dagang RI lainnya. "Kalau mereka tumbuh 6-7%, sementara India masih mengimpor palm oil kita, maka ini bisa menjadi solusi," ujarnya.
Untuk mengurai persoalan tekanan ekspor 2024, pemerintah pun berencana menggelar Outlook Perekonomian Indonesia 2024 akhir pekan ini, Jumat (22/12/2023). Agenda penghujung tahun itu digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan dihadiri Presiden Joko Widodo beserta jajaran menteri ekonominya. Para pakar dan ahli di bidang ekonomi pun turut dihadirkan.
Ada banyak hal yang akan dibahas dalam acara tersebut, mulai dari proyeksi ekonomi global dan domestik tahun depan, strategi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, termasuk di sektor perdagangan, hingga sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan untuk menjaga ketahanan ekonomi Indonesia di tengah dinamika global.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Genjot Ekonomi Tetap Tinggi, APBN Bakal Jor-joran!
