
Bioetanol Belum Gencar di RI, Ternyata Ini Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Energi Nasional (DEN) memandang ada beberapa pekerjaan rumah di Indonesia yang perlu segera dituntaskan, agar pengembangan bioetanol sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) dapat kompetitif.
Anggota DEN Satya Widya Yudha menyebut salah satu kendala pengembangan bioetanol di dalam negeri yaitu pungutan bea cukai untuk etanol fuel grade yang akan digunakan sebagai campuran BBM. Kondisi ini menurutnya cukup memberatkan bagi pengembangan bioetanol di Tanah Air.
"Kita coba nanti komunikasikan kepada Kementerian Keuangan yang kebetulan Menteri Keuangan juga anggota DEN untuk bisa membedah sehingga molase (tetesan tebu) itu bisa digunakan secara maksimal di dalam negeri. Nah itu yang menjadi apa menjadi pemikiran kita," kata Satya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (28/11/2023).
Apalagi, lanjutnya, saat ini pemerintah juga telah menegaskan PT Pertamina (Persero) untuk memanfaatkan produksi bioetanol sebagai campuran BBM. Salah satunya melalui BBM bernama Pertamax Green 95 yang merupakan campuran Pertamax dengan bioetanol sebesar 7% (E7).
"Bioetanolnya itu biasanya di TBBM (Terminal BBM) Plumpang itu dikirim ke beberapa daerah. Pada waktu pengiriman saja itu transportasinya juga memakan cost karena produksinya ditampungnya di TBBM Plumpang, kalau dikirim ke Jawa Timur harus menggunakan truk tangki sehingga harga di Jawa Timur sudah akan lebih nambah lagi. Maka kenapa perlu ada insentif," tuturnya.
Di samping itu, Satya mengungkapkan Indonesia juga mempunyai target produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu hingga 1,2 juta kilo liter (kl) pada tahun 2030.
Hal tersebut termuat di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kunci Pertamina Tekan Impor BBM: Bioenergi!
