Internasional

Bukan Pilpres, Media Asing Sorot Target Besar Pemerintah RI

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Senin, 27/11/2023 20:40 WIB
Foto: Ilustrasi (Photo by Pixabay from Pexels)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih terus menjadi sorotan media asing. Salah satu yang disoroti adalah bagaimana RI terus menjaga komitmennya dalam mengurangi emisi karbon.

Media asal Singapura, Channel News Asia, menyoroti mengenai langkah Indonesia yang ingin memensiunkan beberapa pembangkit listrik tenaga batubara lebih awal. Tetapi di sisi lain, RI akan terus membangun pembangkit listrik baru hingga tahun 2030.

CNA menyoroti kemudian pembangunan PLTU Cirebon di Kanci, Jawa Barat, pada 2010 lalu. Dalam rencana, PLTU Cirebon akan dipensiunkan pada 2037 mendatang, bersamaan dengan PLTU Pelabuhan Ratu, Sukabumi, sebagai upaya dalam mewujudkan Indonesia bebas polusi karbon pada 2060.


Meski dianggap sebagai titik terang dalam proses pensiun PLTU, pakar menyatakan bahwa Indonesia tidak akan pernah mencapai tujuan ini tanpa menghentikan seluruh 234 pembangkit listrik tenaga batu bara, dan menghentikan 14 pembangkit listrik dengan kapasitas gabungan sebesar 19,8 gigawatt yang sedang dalam proses.

Media tersebut melaporkan para pejabat di Jakarta berpendapat bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pembangkit listrik tenaga batu bara untuk menjaga harga listrik tetap terjangkau dan memacu pertumbuhan ekonomi.

Direktur kelompok kampanye lingkungan Greenpeace di Indonesia, Leonard Simanjuntak, tidak setuju dengan hal ini. Dia mengatakan negara tidak perlu membangun pembangkit listrik baru, khususnya di pulau Jawa yang paling berkembang, dimana beberapa pembangkit listrik baru termasuk Cirebon 2 berada.

"Sudah ada surplus listrik di Pulau Jawa. Pembangkit yang sedang dalam proses pipa harus dibatalkan," katanya kepada CNA dikutip Senin (27/11/2023).

Putra Adhiguna dari lembaga think tank yang berbasis di Amerika Serikat (AS), Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), menyebutkan langkah RI dalam menetapkan harga batasan batu bara juga menjadi penghambat transisi ini.

"Sistem ketenagalistrikan kita saat ini terlalu bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara, sehingga menyebabkan kelebihan pasokan dan pada gilirannya menciptakan disinsentif bagi penyedia listrik kita, PLN, untuk menambah kapasitas," katanya.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan dalam sidang parlemen pada tanggal 15 November bahwa jika Indonesia tidak dapat memperoleh pendanaan internasional, RI masih perlu menggunakan PLTU batubara.

"(PLN dan pemerintah) sepakat bahwa ini bukan penghentian penggunaan batu bara, tetapi penghentian penggunaan batubara secara bertahap," katanya kepada anggota parlemen.

Tanpa pendanaan internasional, pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada akan diizinkan beroperasi hingga kontraknya dengan PLN berakhir, yang terakhir dijadwalkan pada 2050.

Analis mengatakan Indonesia harus memperkenalkan kebijakan untuk memberi insentif kepada pembangkit listrik agar menjadi sukarelawan dalam program pensiun dini. Hal ini dapat menghilangkan batasan harga batubara, yang merupakan alasan utama mengapa biaya energi terbarukan saat ini lebih tinggi dibandingkan batubara.

Cara lainnya adalah dengan menerapkan pajak karbon, sesuatu yang telah direncanakan Indonesia selama bertahun-tahun. Indonesia seharusnya memperkenalkan pajak tersebut tahun lalu namun menunda penerapannya hingga tahun 2025, dengan alasan masih memerlukan waktu untuk memastikan skema tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang ada.

"Tanpa pajak karbon, tidak ada tekanan bagi perusahaan untuk melakukan upaya menurunkan emisi mereka," kata Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: PLTU Bertambah, Energi Terbarukan Tetap Jadi Prioritas