
Marak Boikot Produk Israel, Penjualan Ritel Bisa Ambrol 50%

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku usaha buka suara terkait maraknya ajakan boikot produk Israel dan pendukungnya, menyusul pecahnya perang Israel-Hamas. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, aksi boikot itu menyebabkan omzet mengalami penurunan, bahkan sampai 50%.
"Akibat aksi boikot, ada potensi penurunan penjualan ritel, bisa mencapai 50%. 20 persen produk yang dijual di ritel modern termasuk dalam kategori produk FMCG (fast moving consumer goods/ produk konsumsi) yang menyumbang pendapatan hingga 80%. Adapun 80% lainnya merupakan produk di luar kategori FMCG yang berkontribusi terhadap pendapatan ritel sebesar 20%," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Uswati Leman Sudi. Dia memproyeksikan, aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel akan menggerus transaksi di pasar modern hingga 50%. Sebab, mayoritas barang yang ada dalam boikot tersebut merupakan produk pareto.
Sebagai informasi, produk pareto merupakan barang yang berkontribusi hingga 80% dari produksi di pasar, namun kontribusi ke transaksi hanya 20%. Umumnya produk pareto adalah produk konsumer seperti shampoo, susu balita, dan minuman ringan.
![]() Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Uswati Leman Sudi (kiri) dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey (kanan) saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11/2023). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky) |
"Pengurangan penjualan produk pareto biasanya dari isu yang kecil dan berkembang. Mungkin transaksi di pasar hilir bisa berkurang sampai 50%, dan target ekonomi pemerintah akan sulit tercapai," kata Uswati dalam kesempatan yang sama.
Uswati mengakui dampak lanjutan aksi boikot produk Israel memang masih belum terlihat efeknya karena baru berjalan kurang dari seminggu. Namun demikian, ia tetap mengingatkan dampak dari aksi tersebut dapat tertransmisi hingga ke pabrikan
Adapun dampak terburuk dari aksi boikot ini, menurut Roy maupun Uswati, ialah akan berdampak kepada pengurangan tenaga kerja di sektor manufaktur.
Uswati menegaskan, pabrikan tidak menentang aksi boikot yang dilakukan oleh masyarakat.
"Tapi, sebagian besar produk-produk dengan merek yang diboikot itu telah diproduksi di dalam negeri dan tidak memberikan sumbangan langsung kepada Israel," ujar Uswati.
"Kami berharap aksi boikot jangan terlalu lama. Kami menanti pemerintah hadir untuk bisa menegaskan dampak boikot ini, agar tidak gamang," ucapnya.
(dce)
Next Article Ramai Boikot Produk Israel di RI, Pengusaha Ritel Bilang Gini
