Special Dialogue CNBC

Curhat Petani Sawit Minta 'Penyakit' Ini Harus Segera Diobati

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
Kamis, 16/11/2023 11:43 WIB
Foto: Petani Sawit Milenial, Ahmad Indradi memberikan pemeparan dalam Special Dialogue 'Menata Masa Depan Sawit Indonesia, di Jakarta, Kamis (16/11/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat ME Manurung mengatakan, kelembagaan petani jadi salah satu penyebab minimnya realisasi peremajaan sawit rakyat. Akibatnya, kata dia, anggaran yang sudah dialokasikan pemerintah tak terserap maksimal.

"Target 500-an ribu hektare (ha), yang tercapai cuma 258 ribu hektare," katanya dalam Special Dialogue CNBC Indonesia, 'Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia' di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Padahal, lanjutnya, program peremajaan sawit rakyat juga menggunakan dana yang dihasilkan dari pungutan ekspor sawit dan turunannya, bukan APBN.


"Ada yang tanya kenapa biodiesel dikasih dana besar? Kita (alokasi anggaran BPDPKS untuk petani) dikasih Rp5,4 triliun tapi yang terserap cuma Rp500 miliar," tukasnya.

"Yang kecil (anggaran untuk petani) kecil, kurang terserap karena kelembagaan. Ini juga menyangkut persoalan kawasan hutan dan legalitas," sebut Gulat.

Sehingga, lanjutnya, dengan diketahuinya penyakit yang jadi persoalan peremajaan sawit rakyat, pemerintah tinggal tuurn tangan melakukan perbaikan tata kelola. Dengan begitu, ujarnya, upaya untuk mewujudkan sustainability sawit bisa tercapai.

"Penyakitnya sudah tahu, obatnya sudah tahu. Petani dengan segala keterbatasannya. Harus ada bantuan kelembagaan pemerintah. Ada nggak? Nggak ada," katanya.

"Begitu juga terkait sustainability. Ini bukan hanya soal lingkungan. Tapi juga dimensi sosial. Kenapa ini tidak pernah dibicarakan? Padahal, tandan buah sawit ini untuk anak-anak kami kuliah," pungkas Gulat.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO Moeldoko mengungkapkan, realisasi pelaksanaan peremajaan sawit rakyat saat ini masih rendah.

Padahal, kata Moeldoko, untuk memacu peningkatan produktivitas rakyat, upaya pertama yang perlu dilakukan adalah peremajaan tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, atau lebih kita kenal dengan replanting.

Dia menuturkan, Presiden Joko Widodo sendiri memiliki perhatian khusus terhadap upaya ini dan mencanangkan program peremajaan sawit rakyat atau PSR.

"Namun sampai pertengahan 2023 capaian PSR baru 280.620 hektare atau baru 56% dari target tahap 1 seluas 500 ribu hektare," sebutnya.

"Kendala terbesar pelaksanaan PSR adalah karena masih banyaknya perkebunan sawit rakyat yang masuk kawasan hutan. Karena itu lah, pemerintah kemudian membentuk Satgas Sawit," pungkas Moeldoko.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Dewan Sawit Usul Ada Dokter Sawit Untuk Tangani Penyakit Batang