Peremajaan Sawit Rakyat Cuma 56%, Ini Biang Keroknya
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Pembina DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Moeldoko mengungkapkan, realisasi pelaksanaan peremajaan sawit rakyat saat ini masih rendah. Di sisi lain, imbuh dia, hilirisasi industri sawit nasional saat ini baru 20-30% dari potensi yang ada. Masih didominasi level medium, yaitu refined oil (minyak olahan).
Untuk itu, tegasnya, ada 3 tantangan yang harus dibereskan untuk mengembangkan industri sawit di dalam negeri. Yaitu, masih rendahnya produktivitas sawit rakyat dan berkaitan dengan status lahan sawit karena petani masih banyak yang masuk kawasan hutan. Serta, menyangkut keberlanjutan usaha.
"Produktivitas tandan buah segar (TBS) sawit rakyat saat ini masih berkisar 0,6-1,2 ton per hektare (ha) dengan kandungan minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) 2,8-3,4 ton per hektare. Sementara, produktivitas kebun sawit perusahaan menghasilkan 4,2-4,5 ton CPO per hektare," katanya Moeldoko dalam Special Dialogue CNBC Indonesia, 'Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia' di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
"Untuk memacu peningkatan produktivitas rakyat, upaya pertama yang perlu dilakukan adalah peremajaan tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, atau lebih kita kenal dengan replanting," tambah Moeldoko.
Dia menuturkan, Presiden Joko Widodo sendiri memiliki perhatian khusus terhadap upaya ini dan mencanangkan program peremajaan sawit rakyat atau PSR.
"Namun sampai pertengahan 2023 capaian PSR baru 280.620 hektare atau baru 56% dari target tahap 1 seluas 500 ribu hektare," sebutnya.
"Kendala terbesar pelaksanaan PSR adalah karena masih banyaknya perkebunan sawit rakyat yang masuk kawasan hutan. Karena itu lah, pemerintah kemudian membentuk Satgas Sawit," kata Moeldoko.
Dia menjelaskan, Satgas Sawit bertugas melakukan perbaikan serta pembaruan data, perbaikan tata kelola, dan melakukan verifikasi perizinan usaha sebagai bagian upaya dalam program padu serasi," katanya.
"Dan menyelesaikan persoalan sawit dalam kawasan hutan, upaya perbaikan pendataan dan penyelesaian legalitas sawit dalam kawasan hutan, juga jaminan keberlanjutan industri persawitan Indonesia ke depan yang ditandai dengan penerbitan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO)," pungkas Moeldoko.
(dce/dce)