Intip Transformasi Tambang 'Emas Hitam' di Selatan Sumatera
Muara Enim, CNBC Indonesia - Tumpukan batu bara di tambang Air Laya, Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, yang dikelola PT Bukit Asam Tbk (PTBA) jelas terpampang seluas mata memandang.
Anjungan Air Laya yang disediakan PTBA menjadi spot terbaik dalam melihat aktivitas tambang. Apalagi, tambang Air Laya menjadi lembar sejarah dimulainya pertambangan batu bara di Tanjung Enim 104 tahun silam.
Dari kejauhan, lima truk warna hijau dan putih tampak sibuk mondar-mandir mengelilingi tempat penyimpanan atau stockpile batu bara.
Kicauan burung prenjak turut menambah 'syahdu' suasana pada Rabu (18/10/2023) siang itu. Konon, suara burung prenjak mempunyai ikatan yang sangat erat dengan lingkungan sekitar.
Saban hari, operasional tambang di area PTBA ini terus berjalan 24 jam non-stop. Maklum, mayoritas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia sangat bergantung pada pasokan batu bara.
Cuaca pada siang itu kebetulan memang cukup panas. Singgih, selaku Asisten Manajer Air Laya Satu PTBA menyebut cuaca menjadi faktor penentu dalam metode penambangan terbuka. Sebab, aktivitas tambang biasanya akan terhenti apabila kondisi hujan turun.
"Jadi, di sini kegiatan-kegiatan yang sifatnya dapat meningkatkan produksi dapat dioptimalkan di musim kering atau kemarau," kata Singgih.
Menariknya, PTBA telah menerapkan program digitalisasi dalam memantau aktivitas pertambangan di berbagai lokasi. Transformasi digital ini digadang-gadang menjadi bagian dari langkah PTBA menjalankan Good Mining Practice.
Sejak 2020, PTBA memiliki aplikasi CISEA (Corporate Information System and Enterprise Application) untuk memantau aktivitas pertambangan secara real time melalui ponsel.
Asisten Manajer Administrasi Dan Pelaporan Penambangan PTBA, Muhammad Ihsan mengungkapkan, tujuan diterapkannya digitalisasi yaitu untuk mengoptimalkan seluruh proses kerja, serta upaya peningkatan produksi batu bara.
Menurut dia, penerapan digitalisasi secara real time dapat mendongkrak produksi perusahaan sekitar 10%-20%, dibandingkan dengan proses penambangan yang dilakukan secara manual.
"Targetnya memang dari manual untuk mengurangi human error," dia menambahkan.
Ihsan sendiri mengaku sudah bekerja di PTBA sejak 2016 silam. Pria berdarah Padang tersebut setiap hari bertugas untuk memantau operasional tambang.
Tak jauh dari ruangan Ihsan bekerja, truk berwarna kuning berukuran jumbo tampak sedang terparkir di luar dengan para teknisi di sekelilingnya yang melakukan pemeliharaan. Siapa sangka, truk dengan kapasitas muat 130 ton itu rupanya merupakan Hybrid Dump Truck.
PTBA sendiri saat ini tercatat memiliki 40 unit Hybrid Dump Truck jenis (Belaz-75135). Adapun penggunaan Hybrid Dump Truck disebut memiliki efisiensi hingga 50% dibandingkan penggunaan kendaraan tambang berbasis pada mesin berbahan bakar minyak (BBM).
Selain Belaz-75135, saat ini PTBA juga telah mengoperasikan 7 unit Shovel Listrik (PC3000-6E) dan 6 pompa tambang berbasis listrik.
Berdasarkan catatan perusahaan, penggunaan alat-alat tambang berbasis listrik tersebut menghasilkan penghematan BBM jenis diesel hingga 7 juta liter per tahun dan mereduksi emisi sebesar 19.777 tCO2e.
"Kita belum pernah punya unit yang konvensional, kita langsung ke ini. Cuma kalau diperbandingkan dengan unit lama, ini jauh lebih irit meskipun kapasitasnya besar," kata Zulfahmi, Asisten Manajer Alat Tambang Utama Elektrifikasi PTBA.
Tak hanya itu, tambang batu bara PTBA ini juga menimbulkan dampak ekonomi yang besar bagi warga sekitar tambang. Baca di halaman berikutnya..
(wia)