Laporan Lengkap Ekonomi RI Kuartal III-2023, Saatnya Was-was?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 di bawah 5%. Secara tahunan atau year on year (yoy), pertumbuhan ekonomi pada periode itu tumbuh 4,94%, sedangkan secara kuartalan atau qtq tumbuh 1,60%, dan secara kumulatif atau ctc tumbuh 5,05%.
Secara nilai, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal III-2023 atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 5.296,0 triliun atau atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 mencapai Rp3.124,9 triliun.
Pada kuartal II-2023 nilai ADHB nya masih sebesar Rp 5.226,6 triliun dan ADHK Rp 3.075,8 triliun, sedangkan pada kuartal III-2022 besaran ADHB senilai Rp 5.067 triliun, sedangkan besaran ADHK nya masih sebesar Rp 2.978 triliun.
Plt Kepala BPS Amalia Adiningrat Widyasanti menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 yang sebesar 4,94% yoy ini lebih rendah dibanding kinerja pertumbuhan pada kuartal II-2023 yang tumbuh 5,17% yoy. Penyebabnya menurut dia karena faktor musiman.
"Ini memang sejalan dengan pola yang biasanya terjadi pada tahun-tahun sebelumnya di mana pertumbuhan kuartal III selalu lebih rendah dari kuartal II kecuali pada 2020 saat terjadi pandemi," kata Amalia saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (6/11/2023).
![]() Amalia Adininggar Widyasanti dalam rilis BPS, Senin (6/11/2023). (Tangkapan layar BPS Statsik) |
Berdasarkan sumber pertumbuhannya, dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga menjadi masih menjadi faktor pendorong dominan, dengan pertumbuhan sebesar 5,06% (yoy) dan sumbangannya ke total ekonomi sebesar 52,62%. Namun pertumbuhannya lebih rendah dari kuartal II-2023 sebesar 5,22%.
Amalia mengatakan, pelemahan konsumsi ini karena faktor-faktor pendorong konsumsi musiman, seperti hari raya keagamaan Idul Fitri dan Idul Adha, maupun acara internasional dan nasional terjadi pada kuartal II-2023, dan tidak terjadi lagi pada kuartal III.
Mengakibatkan kinerja beberapa sektor lapangan usaha juga kinerja pertumbuhan ekonominya melambat, seperti sektor perdagangan yang hanya tumbuh 5,08% dari kuartal II sebesar 5,26%, dan transportasi maupun pergudangan tumbuh 14,74% dari kuartal II sebesar 15,28%.
"Jadi ada pengaruh musiman seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha. Event-event itu terjadi di kuartal II, sehingga di kuartal III ini tidak sekuat pada kuartal sebelumnya untuk beberapa sektor tersebut," ucap Amalia.
Sementara itu, dari sisi investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) masih tumbuh tinggi, mencapai 5,77% dengan sumbangan ke PDB 29,68%, lebih tinggi dari catatan kuartal II yang tumbuh 4,63%. Didorong oleh pertumbuhan barang modal bangunan, kendaraan, hingga Produk Kekayaan Intelektual.
Dari sisi sektoral terkait kinerja itu pun juga tumbuh tinggi, seperti sektor konstruksi yang tumbuh 6,39% dengan share ke PDB nya mencapai 9,86%, real estat tumbuh 2,21% dengan kontribusi 2,40%, pengadaan listrik dan gas tumbuh 5,06%, dan pengadaan air tumbuh 4,49% dengan sumbangan ke PDB masing-masing 1,05% dan 0,06%.
Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya dengan pertumbuhan sebesar 6,21% dengan sumbangan 1,21%. Menurut Amalia, kinerja ini ditopang aktivitas partai politik menjelang Pemilu atau Pilpres 2024.
Sisanya, sumber pertumbuhan lain seperti ekspor, impor, dan konsumsi pemerintah terkontraksi. Ekspor turun hingga minus 4,26% meski porsinya ke PDB sebesar 21,26%. Lalu konsumsi pemerintah minus 3,76% dengan porsi 7,16% terhadap PDB dan impor yang minus 6,18% dengan kontribusi minus 19,57%.
Khusus untuk belanja pemerintah yang turun itu, Amalia mengatakan, disebabkan belanja pegawai yang menurun pada kuartal III karena pergeseran pemberian gaji ke-13 yang jatuh pada kuartal II. Demikian juga untuk belanja barang dan belanja bansos yang melambat.
"Ekspor mengalami kontraksi pada ekspor barang nonmigas seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan/nabati, dan mesin/peralatan listrik; serta Ekspor barang migas, seperti gas alam, hasil minyak dan minyak mentah," tutur Amalia.
![]() Amalia Adininggar Widyasanti dalam rilis BPS, Senin (6/11/2023). (Tangkapan layar BPS Statsik) |
Aktivitas ekspor impor yang melambat itu turut membuat kinerja pertumbuhan dari sisi lapangan usaha tak tumbuh signifikan. Industri pengolahan misalnya yang menyumbang 18,75% terhadap PDB hanya tumbuh 5,2%, pertanian dengan sumbangan 13,57% tumbuh 1,46%, pertambangan yang menyumbang 10,18% hanya tumbuh 6,95%.
"Lapangan usaha pertanian yang memang merupakan salah satu dampak fenomena el nino terutama untuk tanaman pangan dan perkebunan," ucap Amalia.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi berada di wilayah Maluku dan Papua dengan pertumbuhan mencapai 9,25% meski sumbangannya ke PDB hanya 2,59%. Lalu Sulawesi yang tumbuh 6,44% dengan sumbangan ke PDB 7,25%.
Sisanya berada di bawah kinerja ekonomi nasional, seperti Kalimantan yang hanya tumbuh 4,83% dengan porsi 8,08%, Jawa tumbuh 4,83% dengan sumbangan ke PDB 57,12%, Sumatera tumbuh 4,5% dengan porsi 22,16%, dan Bali-Nusa Tenggara tumbuh 3,43% dengan kontribusi 2,8%.
"Maluku dan Papua secara agregat menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang menguat dibanding wilayah lain pada kuartal III-2023. Namun secara struktur ekonomi, Indonesia berdasarkan wilayah masih terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera," tegas Amalia.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi RI Kuartal II Tumbuh 5,17%, Ini Pendorong Utamanya!
