
RI Bakal Punya Pembangkit Nuklir, DPR Dicap Sudah Setuju!

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Energi Nasional (DEN) mengungkapkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI khususnya Komisi VII dinilai sudah setuju secara informal untuk Indonesia bisa memulai membangun dan memanfaatkan nuklir dalam negeri.
Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan pembicaraan secara informal dengan Komisi VII DPR RI yang dinilai mendukung pembangunan nuklir di Indonesia.
"Kalau kita ketemu sama DPR secara informal mereka setuju, bahkan Ketua Komisi VII merupakan pendiri asosiasi masyarakat nuklir kan," bebernya saat ditemui di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, dikutip Jumat (3/11/2023).
Namun memang, Djoko mengungkapkan untuk persetujuan secara formal masih membutuhkan Undang-undang yang saat ini masih dalam proses rancangan yakni dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EB-ET).
"(Dukungan) formal kan belum, RUU EBET juga belum formal. In proses, nanti kita liat dalam pertemuannya," tambahnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan sejatinya nuklir sendiri mempunyai banyak fungsi. Mulai dari pemanfaatan teknologi di bidang kesehatan, peningkatan produktivitas pangan dan termasuk sebagai sumber energi.
Meski begitu, agar pengembangan nuklir di Indonesia sebagai sumber energi dapat dipastikan keamanannya, maka pemerintah perlu menggodok aturan khusus. Aturan tersebut yang nantinya akan tertuang dalam RUU EB-ET.
"Kita ingin mendorong energi bersih, kalau bicara energi bersih salah satunya nuklir ini kan isu keselamatan, jadi kita ingin perkuat dalam RUU EB-ET tentang keselamatannya, kita ingin perkuat di situ supaya makin meyakinkan dari sisi mulai perencanaan sampai decommissioning," kata Dadan ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (23/10/2023).
Adapun berdasarkan draf RUU terbaru yang diterima CNBC Indonesia, diketahui antara energi baru dengan energi terbarukan dipisahkan. Dengan begitu, maka RUU tentang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) kini berubah nama menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan.
Dalam draf RUU terbaru ini, pasal 9 menyebutkan bahwa sumber energi baru terdiri dari beberapa macam. Diantaranya yakni nuklir, hidrogen, gas metana batubara (coal bed methane), batu bara tercairkan (coal liquefaction), batu bara tergaskan (coal gasification); dan Sumber Energi Baru lainnya.
Sementara, pada pasal 26 menyebutkan bahwa penyediaan Energi Baru oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan daerah pedesaan dengan menggunakan Sumber Energi Baru setempat. Daerah penghasil Sumber Energi Baru mendapat prioritas untuk memperoleh Energi Baru dari Sumber Energi Baru setempat.
Penyediaan Energi Baru dilakukan melalui badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi, badan usaha milik swasta; dan badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
Sedangkan di dalam pasal 30, Sumber Energi Terbarukan terdiri beberapa macam. Diantaranya yakni panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian dan perkebunan, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan Sumber Energi Terbarukan lainnya.
Adapun dalam Pasal 32, ayat 1 disebutkan bahwa orang perseorangan dan Badan Usaha dalam pengusahaan Energi Terbarukan wajib memiliki Perizinan Berusaha. Badan Usaha sebagaimana dimaksud terdiri atas; badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi, badan usaha milik swasta, dan badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perusahaan AS Mau Bangun PLTN di RI, Ini Bahan Bakunya
