Tanda-tanda RI Gagal Jadi Negara Maju Sudah Terlihat, Nih!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
30 October 2023 16:05
Duh Suram! Indonesia Bakal Susah Jadi Negara Maju
Foto: Infografis/Duh Suram! Indonesia Bakal Susah Jadi Negara Maju/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Potensi Indonesia gagal menjadi negara maju pada 100 tahun kemerdekaan semakin terungkap, di antaranya akibat pendapatan masyarakatnya yang jauh di bawah negara-negara lain saat berhasil memperoleh status negara berpenghasilan menengah ke atas atau upper middle income countries (UMIC) seperti Indonesia saat ini.

Dalam dokumen White Paper LPEM FEB UI bagian Menavigasi Jalan Indonesia Menuju 2045: Kesetaraan dan Mobilitas Ekonomi yang ditulis Teguh Dartanto dan Canyon Keanu Can, kondisi sosial ekonomi Indonesia saat ini jauh berbeda dengan kondisi sosial ekonomi negara-negara lain ketika memiliki pendapatan per-kapita yang sama dengan Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi negara-negara itu, seperti Korea Selatan sebesar 12%, Cina 10,6%, Malaysia 6,8% dan Thailand 7,5% jauh di atas Indonesia yang hanya berkisar 5% selama dua dekade terakhir. Kemajuan ekonomi negara-negara tersebut ditopang oleh sektor manufaktur di mana kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 28% untuk Korea Selatan, 30% Malaysia, 32% Cina, dan Indonesia kini hanya 18%.

Teguh Dartanto, yang juga merupakan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mengatakan, permasalahan itu disebabkan pemerintah Indonesia yang selama ini tak jor-joran berinvestasi terhadap sumber daya manusianya. Akibatnya, produktivitas terhadap barang dan jasa bernilai tambah tinggi sangat rendah yang digambarkan dari kontribusi industri manufakturnya ke PDB.

"Yang membuat sulit bahwa yang pasti kalau kita melihat lebih mendalam mengenai isu SDM. Mohon maaf memang masih jauh tertinggal dibanding negara lain," tegas Teguh dalam program Profit CNBC Indonesia, Senin (30/10/2023).

"Studi-studi menunjukkan bahwa capaian pembelajaran dari PISA score Indonesia jauh tertinggal dibanding Vietnam, atau lebih mengkhawatirkan lagi kalau kita ingin setara negara-negara OECD maka kita butuh sekitar 43 tahun untuk kejar matematik dan membaca itu 73 tahun," ungkapnya.

Salah satu indikator penting untuk menjadi negara berpendapatan tinggi adalah persentase ekspor barang teknologi tinggi dibandingkan persentase ekspor manufaktur. Dari indikator itu pun kata Teguh, Indonesia masih jauh terbelakang dibanding negara lain yang lebih dulu masuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas.

Indonesia pada 2021 memiliki rasio terendah sebesar 7,2%, dibandingkan dengan negara-negara lain ketika pertama kali masuk dalam UMIC dimana Cina (32,12%), Thailand (26,27%), Brasil (12,59%), Malaysia (50,86%). Kondisi ini menunjukkan bahwa ekspor manufaktur Indonesia didominasi oleh ekspor produk teknologi rendah dan juga produk manufaktur berbasis komoditas sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga serta pangsa pasar gampang tergantikan oleh negara-negara lainnya.

"Artinya dengan adanya kualitas SDM yang masih belum luar biasa ini maka itu mempengaruhi produktivitas kinerja kita, sehingga produksi-produksi dari sektor ekonomi kita yang berkembang itu adalah sektor ekonomi dalam tanda petik low tech product, artinya barang-barang industri berteknologi rendah. Berbeda dengan Malaysia," tutur Teguh.

Oleh sebab itu, dalam tulisannya di White Paper tersebut, Teguh berkesimpulan bahwa berdasarkan perbandingan antara kondisi Indonesia dan kondisi negara lain , peluang Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045 sangat kecil karena beberapa kondisi dasar pendorong kemajuan ekonomi belum dimiliki oleh Indonesia saat ini.

Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama menjadi negara berpendapatan menengah tak pernah tembus di atas 6% untuk menjadi negara maju pada 2045. Pada 2022 hanya sebesar 5,3% dan ditargetkan pemerintah kembali terjadi pada 2023 sebesar 5,3%. Padahal skenario Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2045 harus bisa tumbuh 6%.

"Semakin berkembang perekonomian maka pertumbuhan ekonomi 5%-7% sangat sulit dicapai (Bulman et al., 2017), dengan skenario pertumbuhan yang berbeda-beda tiap-tiap periode (5%, 4% dan 3%) maka Indonesia tidak akan mencapai HIC (high income coutries) pada 2045," dikutip dari tulisan Teguh dan Canyon dalam dokumen White Paper LPEM FEB UI.

Teguh menekankan, kondisi Indonesia pada 2022 dengan pendapatan per-kapita sebesar US$ 4,580 setara dengan kondisi Korea Selatan pada 1988, Malaysia pada 2004, Brasil tahun 2006, Cina dan Thailand tahun 2010. Dalam kurun waktu 18 tahun Malaysia belum mampu keluar dari middle income trap (US$ 11.780), sedangkan Thailand selama 12 tahun belum mampu menggandakan pendapatannya.

"Malaysia berambisi menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2020, karena adanya pergantian kepemimpinan, Malaysia kemudian menggeser target menjadi 2030.9 Hanya Cina yang kemungkinan mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dalam kurun waktu 13 tahun," tulis Teguh.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri! Begini Nasib RI Kalau Gagal Jadi Negara Maju

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular