Suku Bunga Naik & Dolar Perkasa, Pengusaha Respons Begini

Martya Rizky, CNBC Indonesia
24 October 2023 17:50
Gedung BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut keputusan Bank Indonesia (BI) dalam menaikkan suku bunga acuannya 25 basis points menjadi 6% tidak ideal bagi pelaku usaha.


Meski demikian, kata Shinta, pihaknya memahami bahwa tekanan eksternal yang dialami Indonesia saat ini tidak memungkinkan BI untuk mempertahankan suku bunga di level 5,75% dan mempertahankan stabilitas makro, khususnya nilai tukar pada saat yang bersamaan.


"Kami menghormati dan mendukung keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan ke 6%. Kami juga sangat mengapresiasi BI menciptakan kenaikan suku bunga yang minimal sehingga beban adjustment (penyesuaian) kenaikan suku bunga di sisi pelaku usaha bisa lebih manageable. Kami sangat berharap dengan kenaikan suku bunga ini, BI dan pemerintah terkait bisa segera menciptakan stabilitas dan penguatan nilai tukar dalam waktu dekat, sehingga kenaikan beban usaha bisa lebih terkendali atau bahkan berhenti sepenuhnya," kata Shinta kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/10/2023).


Shinta mengingatkan bahwa kenaikan suku bunga ini perlu disertai dengan peningkatan efektifitas policy mix Indonesia dalam menciptakan penguatan nilai tukar, agar ke depannya kenaikan suku bunga dan pelemahan nilai tukar tidak terus terjadi, sehingga tidak semakin membebani pelaku usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional.


"Kami juga berharap instrumen kenaikan suku bunga dijadikan instrumen 'last resort' untuk menciptakan stabilitas dan penguatan nilai tukar. Karena itu instrumen kebijakan dan intervensi moneter lain yang dimiliki BI dan pemerintah, untuk mengendalikan nilai tukar harus ditingkatkan," tuturnya.


Selain itu, menurutnya, pelemahan rupiah tiga bulan terakhir sudah sangat mengganggu pelaku usaha, khususnya dalam bentuk penggelembungan biaya tambahan usaha, sehingga pertumbuhan produktivitas atau kinerja usaha dan daya saing ekspor menurun.


"Beberapa pelaku usaha di sektor juga terpaksa menaikkan harga jual di pasar karena kenaikan overhead cost yang disebabkan oleh efek pelemahan nilai tukar terhadap beban impor bahan baku atau bahan penolong dan barang modal. Karena itu sangat penting bagi kami agar pelemahan nilai tukar bisa segera dihentikan atau rupiah bisa kembali menguat dalam waktu dekat secara sustainable, meskipun harus dilakukan dengan cara menaikkan suku bunga acuan," terang dia.


Kenaikan suku bunga, lanjutnya, diproyeksikan dapat memperparah peningkatan beban overhead cost usaha yang sudah terjadi selama ini. Namun, besaran kenaikan terhadap overhead masih belum bisa ditentukan karena perlu melihat bagaimana kenaikan suku bunga acuan akan meningkatkan suku bunga pinjaman riil kepada pelaku usaha dari sektor perbankan.


"Ini karena secara historis kenaikan suku bunga pinjaman riil tidak selalu sama besarnya dengan kenaikan suku bunga BI (bisa lebih tinggi atau lebih rendah). Kami sangat berharap sektor perbankan bisa mempertahankan suku bunga pinjaman di level yang sama atau setidaknya menciptakan kenaikan yang sama besarnya dengan kenaikan suku bunga BI (maksimal 25 bps), sehingga kenaikan beban overhead di sisi pelaku usaha menjadi minimal," jelas Shinta.


Shinta juga memperkirakan kenaikan suku bunga BI dapat memperlambat laju pertumbuhan kredit usaha karena risiko dan beban pinjaman yang lebih tinggi.


"Kami rasa sektor perbankan juga sudah semakin selektif dalam mendistribusikan kredit pada tingkat suku bunga yang ada saat ini, karena tidak semua sektor usaha memiliki kinerja atau profit margin yang cukup besar untuk dapat meng-cover beban bunga yang sedemikian, apalagi bila nanti suku bunga pinjaman usaha di perbankan ikut naik karena kenaikan suku bunga BI," kata Shinta.

Shinta melihat bahwa potensi pelemahan rupiah masih sangat tinggi hingga akhir tahun, khususnya bila The Fed menaikkan suku bunga acuannya untuk mengendalikan inflasi di Amerika Serikat (AS), atau bila konflik di Timur Tengah meluas, atau semakin mempengaruhi harga dan supply migas di pasar global.


"Dalam kedua kasus, pelemahan rupiah dan mata uang lain di dunia dapat terjadi secara signifikan, tergantung pada ketahanan atau fundamental ekonomi masing-masing. Untuk itu, kami memahami dan mendukung langkah antisipatif BI dengan meningkatkan suku bunga acuan karena risiko pelemahannya semakin besar. Semoga saja dengan langkah kebijakan ini, pelemahan nilai tukar bisa diminimalisir, bahkan rupiah bisa menguat," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha RI Menjerit, Terbebani Suku Bunga & Kurs

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular