Awas Perang di Mana-mana, RI Harus Punya Cadangan Energi!
Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Energi Nasional (DEN) membeberkan rencana untuk memastikan ketahanan energi dalam negeri dalam hal ini minyak mentah, Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan mekanisme Cadangan Penyangga Energi.
Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto mengatakan bahwa untuk bisa merealisasikan cadangan penyangga energi dalam negeri, butuh dana mencapai Rp 50 triliun hingga tahun 2033 untuk pengadaan infrastruktur pendukung hingga pengadaan komoditas yang dibutuhkan sebagai cadangan penyangga energi.
"Di situ ujung-ujungnya kan ada dana sekitar Rp 50-an triliun untuk komoditinya, ada minyak mentah, karena kita masih impor kan. Kita harus punya cadangan," terang Djoko saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (18/10/2023).
Adapun, dia menjelaskan cadangan penyangga energi ini dibutuhkan di Tanah Air lantaran ketidakpastian kondisi geopolitik yang seperti saat ini terjadi di wilayah timur tengah. Dia mengatakan Indonesia butuh cadangan penyangga energi untuk bisa mengamankan ketahanan energi dalam negeri.
Hal itu juga dikarenakan Indonesia yang saat ini terpantau masih belum mandiri dalam sektor energi lantaran masih bergantung pada impor dari negara lain.
"Kita harus punya cadangan, kalau nanti (misal) perang terus nggak ada yang ngirim crude (minyak mentah) ke sini, kita padahal konsumsinya kan 1,4 (juta barel per hari), produksi kita sekitar 600an (ribu barel per hari). Kita harus punya cadangan sekitar 30 hari, nanti sampai 2030 ini bertahap," ungkapnya.
Selain itu dia membeberkan bahwa Indonesia masih mengimpor gas hingga 80% dari total kebutuhan dalam negeri. "Nah kalau nanti negara-negara nggak mau lagi ekspor LPG-nya ke kita, kita akan kekurangan LPG, kita harus punya cadangan LPG," tambahnya.
Dia bilang, selama Indonesia masih bergantung sumber energi dari negara lain maka Indonesia perlu mempersiapkan cadangan jika di kemudian hari Indonesia tidak bisa mendapatkan impor dikarenakan kondisi tertentu.
"Satu lagi, bensin yang Pertalite. Karena kan untuk yang solar kita sudah nggak impor lagi, karena kita sukses dengan B30, sekarang B35. Boleh dikatakan bio solar kita sudah enggak impor lagi. Yang impor itu cuma yang dexlite, yang kualitas tinggi. Sehingga untuk minyak mentah, LPG, dan bensin kita masih impor. Nah tiga komoditi ini yang kita harus punya cadangan penyangga energinya," ujarnya.
Dia mengatakan progres saat ini pihaknya telah selesai melakukan pembahasan aturan, namun dia klaim pihaknya masih menunggu paraf yang dibutuhkan dari Menteri Keuangan RI Sri Mulyani.
"itu (cadangan penyangga energi) sebetulnya sudah selesai pembahasan. Tinggal nanti diparaf oleh para menteri, terutama menteri keuangan," jelas Djoko.
Penyebab belum disetujui hal itu menurutnya lantaran adanya kebutuhan pendanaan sebesar Rp 50 triliun hingga tahun 2033 mendatang untuk bisa menyokong pengadaan cadangan penyangga energi baik komoditas maupun infrastruktur pendukungnya. Kementerian Keuangan juga meminta roadmap atau peta jalannya terlebih dahulu.
"Karena itulah Kementerian Keuangan minta roadmap-nya, kajiannya sebelum Bu Menteri Keuangan untuk paraf perpes penyangga energinya. Yang lain (menteri lainnya) sudah paraf," tandasnya.
(mij/mij)