Waspada Harga Minyak di Atas US$95/Barel, Subsidi Bisa Jebol!

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
18 October 2023 15:50
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi VII DPR meramal jika harga minyak mentah dunia terus mengalami lonjakan, maka bisa membuat anggaran subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) melebihi dari yang sudah dianggarkan.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan jika harga minyak khususnya Indonesian Crude Price (ICP) melampaui US$ 95 per barel maka hal itu dipastikan akan berpengaruh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di dalam negeri yang menyokong subsidi ke BBM.

Tercatat, harga minyak mentah WTI hari ini dibuka menguat 0,46% di posisi US$87,06 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent dibuka naik 0,29% ke posisi US$89,91 per barel.

Bahkan Sugeng mengatakan anggaran subsidi BBM bisa jebol jika harga minyak terus meroket. "Kemungkinan-kemungkinan apa yang kita hitung kenapa kalau terus menerus ICP di atas US$ 95 dipastikan nggak tahan juga APBN kita," jelas Sugeng dalam Konferensi Pers Energy Transition Conference di Jakarta Selatan, Rabu (18/10/2023).

Sugeng menyatakan, hitungan anggaran yang ditetapkan untuk subsidi BBM dengan ICP US$ 82 per barel. Sehingga bila ICP melampaui dari perhitungan anggaran untuk BBM tersebut maka kuota akan jebol.

"Dalam ICP APBN 2024 kemarin adalah US$ 82 per barel, tapi dengan tren terus menerus (melonjak) maka betul mudah-mudahan tidak terlalu tinggi meledaknya ketika tahun 2021 ketika APBN kita jebol di Rp 520 triliun," tambahnya.

Saat ini pihaknya tengah mengamati pergerakan harga ICP yang akan berpengaruh juga terhadap kuota BBM bersubsidi Pertalite yang ditetapkan sebesar 32,56 juta kL agar tidak melebihi kuota.

"Apakah kemungkinan cukup di APBN 2024 volume kuota Pertalite di 30-an juta kilo liter. Dan memang kalau terjadi kenaikan harga terus, (konsumsi) BBM nonsubsidi diperkirakan akan turun dan memanfaatkan Pertalite, ini kita akan terus amati," tandasnya.

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) terus memantau proses pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite. Hal tersebut menyusul potensi adanya perpindahan pengguna BBM Non subsidi seperti Pertamax (RON 92) ke Pertalite (RON 90).

Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, disparitas harga antara produk BBM Pertamax dengan Pertalite saat ini sudah cukup lebar. Adapun Pertalite saat ini masih dipatok sebesar Rp 10.000 per liter, sementara Pertamax dipatok Rp 14.000 per liter.

"Dari sisi pengaturan, tentu kita akan mengatur melalui regulasi. Kami kan kebetulan sudah mengusulkan ya untuk revisi Perpres 191 tahun 2014 memang sampai saat ini masih diproses dan belum diterbitkan," kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (10/10/2023).

Sebagaimana diketahui, aturan pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar masih menunggu terbitnya revisi peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM), termasuk juga petunjuk teknis pembelian BBM bersubsidi dan penugasan.

Namun selain menunggu terbitnya revisi Perpres 191 tersebut, BPH migas juga telah menerbitkan Peraturan BPH Nomor 2 Tahun 2023 yang mengatur tentang penerbitan surat rekomendasi untuk pembelian Jenis BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan Jenis Bahan Bakar Minyak Penugasan (JBKP) Pertalite, terutama untuk konsumen tertentu seperti nelayan, petani dan UMKM.

"Itu adalah salah satu bentuk dari pada pengendalian kami gitu," kata dia.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perpres BBM Subsidi Hampir Rampung, Ini Bocorannya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular