Ngeri, BMKG Ingatkan Ada Ancaman Malapetaka Hantam Bumi
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengungkapkan sejumlah adanya sejumlah ancaman yang mengintai negara-negara di dunia akibat perubahan iklim. Di satu sisi, sebutnya, saat ini juga tidak semua negara di dunia memiliki akses terhadap air bersih.
"Krisis air menjadi ancaman serius sekaligus nyata dan harus jadi perhatian seluruh negara," katanya dalam keterangan di situs resmi BMKG, dikutip Jumat (13/10/12023).
"Salah satu penyebab utama krisis air adalah terus meningkatnya emisi gas rumah kaca yang berdampak pada peningkatan laju kenaikan suhu udara, mengakibatkan proses pemanasan global terus berlanjut, dan berdampak pada fenomena perubahan iklim yang dapat memicu krisis air, krisis pangan dan bahkan krisis energi, serta meningkatnya frekuensi, intensitas dan durasi kejadian bencana hidrometeorologi," papar Dwikorita.
Menurut Dwikorita, dampak dari variabilitas dan perubahan iklim sering kali dirasakan melalui air. Dia menjelaskan, dinamika siklus air dan interaksinya dengan manusia menghasilkan pola ketersediaan sumber daya air yang bervariasi secara spasial dan temporal.
"Selain itu, dampak ekstrem terkait air sangat memengaruhi kehidupan, perkembangan, dan keberlanjutan ekosistem, serta masyarakat dan individu," ujarnya.
Dia mengatakan, musim kemarau yang berkepanjangan, tidak meratanya aksesibilitas serta distribusi air bersih dan infrastruktur untuk pengelolaan sumber daya air, juga merupakan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan terhadap ketersediaan air.
"Tantangan lain yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan air adalah ekstraksi air tanah yang menyebabkan penurunan muka air tanah, yang akhirnya dapat berdampak pada penurunan muka tanah," katanya.
"Apabila hal ini terus dibiarkan, maka krisis air juga akan berujung pada krisis pangan, krisis energi, bahkan krisis sosial," kata Dwikorita.
Dia berharap, negara-negara yang memiliki sumber daya dan kapasitas yang besar mau berbagi ilmu pengetahuan, teknologi, kapasitas finansial, tata kelola dan manajemen dengan negara-negara kecil dan juga kawasan.
"Sebab negara-negara di dunia tidak memiliki kapasitas dan ketahanan yang sama dalam menghadapi situasi akibat kondisi cuaca," pungkasnya.
(dce/dce)