Heboh Transisi Energi, Warga Siap Kocek Duit Lebih Besar?

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Selasa, 03/10/2023 16:40 WIB
Foto: Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia kini mengikuti tren dunia untuk melakukan transisi energi ke energi bersih. Apalagi, Indonesia memiliki target mencapai netral karbon atau Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

Namun demikian, di balik kebijakan transisi energi ini, akan ada konsekuensi yang bisa langsung berimbas pada masyarakat, yakni terkait biaya energi yang diperkirakan akan semakin mahal.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, ada konsekuensi pada peningkatan biaya penyediaan energi bila Indonesia melakukan transisi ke energi bersih. Dampaknya, harga energi yang harus dikocek masyarakat nantinya juga akan lebih besar.


"Saya kira ini kerjaan kita bersama, tidak bisa hanya dibebankan ke pelaku usaha, jadi semua ekosistem harus diedukasi ya. Jadi termasuk masyarakat kita, termasuk saya, bahwa ke depan kita sudah akan moving, akan transisi ke energi yang berbasis lebih ramah lingkungan dan tentu di situ ada konsekuensinya ya. Artinya kan nanti biayanya akan ada adjustment, biasanya akan lebih mahal," paparnya dalam program Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (03/10/2023).

"Itu sesuatu yang umum atau yang biasa karena kan memang skala bisnisnya baru masuk," tambahnya.

Dia mengatakan bahwa masyarakat harus dipersiapkan dan diedukasi untuk siap menerima program transisi energi. Hal ini perlu dilakukan agar tidak ada penolakan masyarakat terhadap transisi energi yang akan dilakukan di Indonesia.

"Karena kita sudah moving ke EBT (Energi Baru Terbarukan), jangan sampai resisten, jangan sampai ada penolakan. Nah sebelum sampai ke sana, segala sesuatunya harus dilakukan dengan baik, termasuk edukasinya, pendekatan kepada masyarakat, kepada pengguna, asosiasi dan lain-lain," tandasnya.

Dengan begitu, Komaidi menilai pemerintah harus melihat kondisi secara lebih luas untuk bisa mewujudkan transisi energi di Indonesia. Sehingga nantinya, biaya investasi bisa lebih murah dan kompetitif.

"Saya menyebutnya helikopter view-nya perlu lebih tinggi karena harus memerhatikan semua aspek termasuk mengkoordinasikan kementerian dan lembaga untuk sama-sama men-support ini supaya segala sesuatunya seperti yang diharapkan oleh teman-teman. Supaya nanti biaya investasinya jauh lebih murah atau lebih kompetitif," tuturnya.

Menurutnya, ketika ada kenaikan biaya penyediaan listrik, maka idealnya beban ini bisa terdistribusi merata, baik ke konsumen, pemerintah, maupun pengusaha. Pengusaha pun, lanjutnya, harus siap untuk menekan marginnya.

"Tetapi ini kan untuk kepentingan bersama di dalam konteks makroekonomi. Nanti lambat laun sebetulnya akan menjadi keseimbangan baru dan semuanya akan menuju hal yang lebih baik dari aspek lingkungan sosial maupun ekonomi," tandasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI Tambah PLTU Batu Bara 6,3 GW, Sulit Bebas Dari Energi Fosil?