Pertamina Ikut Antre Pindah Kontrak ke Cost Recovery

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
27 September 2023 21:00
CAPAIAN HULU MIGAS Januari - April 2019
Foto: Infografis/CAPAIAN HULU MIGAS Januari - April 2019

Jakarta, CNBC Indonesia - Subholding Upstream Pertamina yakni PT Pertamina Hulu Energi (PHE) mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini tengah meminta perpindahan kontrak kerja sama dari semula kontrak gross split menjadi skema cost recovery.

Direktur Utama PHE, Wiko Migantoro mengatakan bahwa jika sebanyak enam blok minyak milik PHE berpindah ke skema cost recovery maka akan menambah cadangan minyak hingga 1 miliar barrel oil equivalent (BOE).

"Kalau lapangan itu jadi ekonomis, kita akan ada tambahan cadangan sekitar 1 miliar barel oil equivalent dari berapa ya, 6 blok kita," jelas Wiko saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Rabu (27/9/2023).

Wiko mengklaim pihaknya sudah membahas perpindahan skema tersebut dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

"Memang ada pembahasan itu dengan ESDM dan SKK Migas dan sudah ada notulennya mem-propose itu," tambahnya.

Sampai saat ini, lanjut Wiko, dia klaim pihaknya sudah menjalani tahap Forum Group Discussion (FGD). "Ada pembahasannya, ada FGD sudah kita bahas," tandasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mencatat, setidaknya terdapat tiga wilayah kerja yang antre untuk berpindah kontrak dari gross split ke cost recovery. Namun sayangnya, ia tidak membeberkan secara rinci mengenai WK yang dimaksud.

"Saya kira yang mau antri 3 sih, yang 1 lebih pasti yang ingin berubah (skema kontrak)," kata Tutuka di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (25/9/2023).

Menurut Tutuka, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi mengenai keinginan para KKKS tersebut. Mengingat, perpindahan kontrak kerja sama migas dari gross split ke cost recovery bukan perkara mudah.

"Karena setiap kali yang dia spend itu kan tanpa persetujuan pemerintah kan kalau dia masuk cost recovery itu gak boleh itu di cost recovery. Karena dia sudah spend berdasarkan ini-nya dia yang harus diperhatikan itu ya. Kita kemungkinan itu bisa, tapi hati-hatinya di sana, yang seperti itu," ujarnya.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto juga sempat mengungkapkan pihaknya tengah menghadapi banyaknya permintaan dari KKKS untuk perpindahan kontrak kerja sama tersebut. Sebelumnya, Kementerian ESDM mewajibkan KKKS untuk menggunakan skema kontrak Gross Split dalam menjalankan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.

Namun, belakangan ini pemerintah memberikan fleksibilitas bentuk kontrak lainnya yaitu Kontrak Bagi Hasil cost recovery yang sudah diterapkan lebih dulu.

"Kita memang pernah masuk periode semua harus Gross Split. Tapi sekarang pemerintah sudah membuka boleh milih cost recovery atau gross split. Dari wilayah-wilayah kerja yang baru saja dibuka tendernya, hampir semua memilih cost recovery. Sedangkan yang sudah Gross Split saat ini sedang beramai-ramai minta untuk pindah ke cost recovery," ujar Dwi dalam Rapat Dengarkan Pendapat (RDP) bersama Baleg DPR RI, Rabu (30/8/2023).

Meski demikian, Dwi mengungkapkan saat ini pihaknya tengah mencari alasan yang cukup kuat sebelum hal itu diajukan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Menurut Dwi, pada prinsipnya, karena sektor hulu migas mempunyai tingkat resiko yang cukup tinggi, maka skema Cost Recovery lebih banyak diminati oleh para pelaku usaha yang terjun di industri hulu migas.

"Kalau dengan Cost Recovery risiko itu bisa dipikul bersama, dengan Cost Recovery pada umumnya mereka sangat agresif dalam berinvestasi dan melakukan eksplorasi, yang Gross Split kita harus selalu merayu- rayu mereka karena mereka kan sudah mengeluarkan uang duluan," ujarnya.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 3 Perusahaan Migas Kompak Mau Ganti Kontrak, Kenapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular