
3 Perusahaan Migas Kompak Mau Ganti Kontrak, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan terdapat beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) yang meminta perpindahan kontrak kerja sama, yakni dari yang semula kontrak bagi hasil Gross Split menjadi skema Cost Recovery.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mencatat, setidaknya terdapat tiga wilayah kerja yang antre untuk berpindah kontrak dari Gross Split ke Cost Recovery. Namun sayangnya, ia tidak membeberkan secara rinci mengenai WK yang dimaksud.
"Saya kira yang mau antri 3 sih, yang 1 lebih pasti yang ingin berubah (skema kontrak)," kata Tutuka di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Menurut Tutuka, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi mengenai keinginan para KKKS tersebut. Mengingat, perpindahan kontrak kerja sama migas dari Gross Split ke Cost Recovery bukan perkara mudah.
"Karena setiap kali yang dia spend itu kan tanpa persetujuan pemerintah kan kalau dia masuk cost recovery itu gak boleh itu di cost recovery. Karena dia sudah spend berdasarkan ini-nya dia yang harus diperhatikan itu ya. Kita kemungkinan itu bisa, tapi hati-hatinya di sana, yang seperti itu," ujarnya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto juga sempat mengungkapkan pihaknya tengah menghadapi banyaknya permintaan dari KKKS untuk perpindahan kontrak kerja sama tersebut. Sebelumnya, Kementerian ESDM mewajibkan KKKS untuk menggunakan skema kontrak Gross Split dalam menjalankan kegiatan usaha hulu migas di Indonesia.
Namun, belakangan ini pemerintah memberikan fleksibilitas bentuk kontrak lainnya yaitu Kontrak Bagi Hasil Cost Recovery yang sudah diterapkan lebih dulu.
"Kita memang pernah masuk periode semua harus Gross Split. Tapi sekarang pemerintah sudah membuka boleh milih Cost Recovery atau Gross split. Dari wilayah-wilayah kerja yang baru saja dibuka tendernya, hampir semua memilih Cost Recovery. Sedangkan yang sudah Gross Split saat ini sedang beramai-ramai minta untuk pindah ke Cost Recovery," ujar Dwi dalam Rapat Dengarkan Pendapat (RDP) bersama Baleg DPR RI, Rabu (30/8/2023).
Meski demikian, Dwi mengungkapkan saat ini pihaknya tengah mencari alasan yang cukup kuat sebelum hal itu diajukan kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Menurut Dwi, pada prinsipnya, karena sektor hulu migas mempunyai tingkat resiko yang cukup tinggi, maka skema Cost Recovery lebih banyak diminati oleh para pelaku usaha yang terjun di industri hulu migas.
"Kalau dengan Cost Recovery risiko itu bisa dipikul bersama, dengan Cost Recovery pada umumnya mereka sangat agresif dalam berinvestasi dan melakukan eksplorasi, yang Gross Split kita harus selalu merayu- rayu mereka karena mereka kan sudah mengeluarkan uang duluan," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 2 Kontrak Migas Resmi Diteken, Komitmen Investasi Rp 1,5 Triliun
