
Demi Kerek Produksi Minyak, ESDM Luncurkan Skema Kontrak Migas Baru

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mengupayakan daya saing investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Salah satunya yakni dengan menerbitkan mekanisme baru untuk skema Gross Split.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan akan menyederhanakan komponen Gross Split, sehingga dalam pelaksanaannya lebih implementatif. Terobosan ini dilakukan demi menumbuhkan daya tarik Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Sejalan dengan itu, Pemerintah juga tengah membenahi sejumlah kebijakan, seperti merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 dan PP Nomor 53 tahun 2017 terkait perpajakan hulu migas dan pembebasan indirect tax, termasuk PBB tubuh bumi tahap eksploitasi.
"Kita akan memberikan insentif di kegiatan hulu migas dengan Keputusan Menteri untuk membuat keekonomian KKKS menarik. Kita juga memberikan insentif agar Internal Rate of Return (IRR) dan produk indeksnya bisa terjaga. Kemudian kita (ada skema) fleksibel. Bisa dari yang tadinya Gross Split ke Cost Recovery. Dulu kan kewajibannya harus gross split, tapi ternyata gross split itu resikonya banyak di KKKS," kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Senin (5/8/2024).
Menurut Arifin, ketika KKKS memilih skema Gross Split, terdapat persoalan mengenai penetapan harga. Terutama, saat anggarannya ditetapkan sendiri, terdapat eskalasi mengenai harga barang-barang.
"Mereka nunggu dulu sampai barang ini turun lagi. Ini kan barang turun, bisa naik, bisa turun. Jadi kalau misalnya gak turun-turun ya gak dikerjakan. Ini yang akan menjadi hambatan untuk berproduksi," ujar Arifin.
Permen New Gross Split sendiri telah menyederhanakan komponen variabel, dari 10 menjadi hanya 3. Selanjutnya, pada komponen progresif juga disimplifikasi, dari 3 komponen menjadi 2 komponen saja. Tambahan split bagi kontraktor lebih menarik juga diberikan hingga mencapai 95%, termasuk untuk Migas Non Konvensional.
"Permen ESDM soal New Gross Split, hari ini sudah diterima, sudah di-approve, disetujui oleh Bapak Presiden. Sudah dapat surat dari MenSeskab, jadi sudah disetujui Presiden," ungkap Arifin.
Menteri Arifin mengakui kebijakan ini ditempuh sebagai bagian dari antisipasi atas skema kebijakan migas yang lebih agresif dijalankan oleh negara lain, misalnya Guyana, Mozambik, hingga Mexico.
"Mereka menggunakan skema yang sangat simple yaitu hanya tax dan royalti saja, karena itu kita terus berusaha agar iklim investasi di Indonesia tetap menarik," kata Arifin.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramai-Ramai Investor Migas Kabur dari RI ke Afrika, Ini Biang Keroknya
