'Senjata' Rusia Bikin Dunia Kelaparan, Putin Terancam Didakwa
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Rusia Vladimir Putin berpotensi terkena dakwaan pelanggaran hukum internasional baru. Setelah sebelumnya ia disebut bertanggung jawab atas kasus penculikan anak dari Ukraina, orang nomor satu Rusia itu kali ini menghadapi tuntutan menciptakan kelaparan di negara tetangganya itu.
Pengacara hak asasi manusia yang bekerja sama dengan jaksa penuntut umum Ukraina sedang mempersiapkan berkas kejahatan perang untuk diserahkan ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Tuduhan bertuliskan Rusia sengaja menyebabkan kelaparan selama konflik yang telah berlangsung selama 18 bulan tersebut.
Yousuf Khan, seorang pengacara senior di firma hukum Kepatuhan Hak Global (GRC), mengatakan persenjataan pangan telah terjadi dalam tiga tahap, dimulai dengan serangan awal di mana kota-kota Ukraina dikepung dan pasokan makanan dikurangi.
Di antara insiden yang didokumentasikan adalah ketika 20 warga sipil terbunuh di Chernihiv pada pagi hari tanggal 16 Maret 2022, ketika bom fragmentasi Rusia meledak di luar supermarket di kota tempat warga Ukraina sedang mengantri untuk mendapatkan roti dan makanan.
"Penyelidik juga fokus pada pengepungan Mariupol. Persediaan makanan di kota berkurang dan koridor bantuan kemanusiaan diblokir atau dibom, sehingga sangat sulit atau tidak mungkin bagi warga sipil yang putus asa dan kelaparan untuk melarikan diri," tambah Khan dikutip The Guardian, Senin (25/9/2023).
Fase kedua mencakup penghancuran persediaan makanan dan air serta sumber energi di seluruh Ukraina selama pertempuran. Khan menggambarkan itu sebagai objek yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup penduduk sipil.
Kota-kota seperti Mykolaiv di Selatan dibiarkan tanpa air minum sejak awal konflik setelah pasukan Rusia merebut stasiun pompa yang memasok air minum. Penduduk yang tersisa terpaksa bergantung pada air yang disuplai setiap hari untuk memastikan mereka dapat minum dan mencuci dengan aman.
"Serangan-serangan seperti itu bukanlah kejahatan akibat akibat, melainkan kejahatan yang disengaja karena jika Anda menghancurkan objek-objek yang dibutuhkan warga sipil, seperti infrastruktur energi di tengah musim dingin, tindakan Anda dapat diperkirakan," papar Khan lagi.
Elemen ketiga adalah upaya Rusia untuk mencegah atau membatasi ekspor makanan Ukraina. Ini terlihat dari manuver seperti yang dilaporkan Kyiv bahwa 270.000 ton bahan makanan dihancurkan oleh Rusia pada akhir Juli dan awal Agustus.
"Kemudian kita melihat Rusia menyerang fasilitas biji-bijian di Danube dan melakukan latihan otot di Laut Hitam."
Tuduhan baru bahwa Rusia berusaha membuat warga Ukraina kelaparan sangatlah emosional mengingat sejarah kedua negara. Pada tahun 1932-1933, jutaan orang meninggal karena kelaparan dalam insiden Holodomor, kelaparan yang dipaksakan oleh pemerintahan Soviet di bawah pimpinan Joseph Stalin.
Namun hal ini mendapat penekanan baru setelah disahkannya resolusi dewan keamanan PBB pada tahun 2018 yang mengutuk penggunaan kelaparan sebagai senjata perang, dan revisi undang-undang Roma yang dikeluarkan ICC pada tahun 2019, untuk memperluas jenis kasus yang dapat ditangani.
"Putin dapat memikul tanggung jawab karena telah melakukan tindakan tersebut secara langsung, bersama-sama dengan pihak lain, dan/atau melalui orang lain," tutup Khan.
(luc/luc)