Gelombang PHK Buruh Tekstil Berlanjut Efek Impor Ilegal

Damiana, CNBC Indonesia
Jumat, 15/09/2023 20:20 WIB
Foto: Mendag Zulhas dan Menteri Teten serta Bea Cukai dan Kepolisian memusnahkan 7.363 bal pakaian bekas impor ilegal. (CNBC Indonesia/Mentari Puspadini)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha tekstil di dalam negeri mendesak pemerintah tegas menindak impor tekstil ilegal dan peredarannya di dalam negeri. Karena telah menyebabkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri terpuruk.

Akibatnya, kata dia, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri TPT tak terbendung. Bahkan kini sudah mencapai ratusan ribu orang buruh kehilangan pekerjaannya.

Belum lagi, tekstil impor ilegal masuk ke pasar RI tanpa bayar bea masuk maupun pajak. Itu pula yang jadi penyebab barang impor ilegal bisa dijual murah di Indonesia.


"Kami meminta agar pemerintah segera bertindak tegas baik di sisi importasi tekstil ilegal hingga peredarannya di pasar. Industri TPT nasional kini sudah kronis. Beberapa perusahaan tutup, sebagian mematikan mesin, hingga karyawan kena rasionalisasi karena utilisasi turun," kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta kepada CNBC Indonesia, Jumat (15/9/2023).

Redma mengutip data Data International Trade Center (ITC), tahun 2022, China mengekspor US$6,50 miliar tekstil ke Indonesia. Angka ini naik jika dibandingkan tahun 2021 yang tercatat mencapai US$5,86 miliar, dan tahun 2020 yang nilainya masih di Rp3,79 miliar.

"Data ITC itu berdasarkan data General Custom Administration of China. Ada gap yang semakin besar juga antara data yang dirilis ITC berdasarkan data impor tekstil yang dicatat BPS. Artinya ini adalah nilai impor yang masuk secara ilegal ke Indonesia," katanya.

"Tahun 2020, nilai gap impor tekstil dan garmen (HS 50-63) itu US$1,50 miliar. Tahun 2021 naik ke US$2,72 miliar. Dan tahun 2022 mencapai US$2,95 miliar," paparnya.

Di saat bersamaan, kata Redma, sejak kuartal ketiga tahun 2022, gelombang PHK di industri TPT terus bertambah. Salah satunya, akibat pabrik tutup karena tak sanggup menghadapi serbuan barang impor, apalagi yang masuk ilegal.

"Per hari ini sejak kuartal III tahun 2023 PHK bisa di angka 150.000. Belum ada yang direkrut ulang," ungkap Redma.

"Ini total yang dirasionalisasi, ada yang PHK, ada yang putus kontrak, ada yang dirumahkan sementara," tambahnya.

Yang jelas, ujar Redma, bukan karena relokasi pabrik.

"Sejak tahun 2022 sudah nggak ada relokasi pabrik di sektor TPT. Relokasi itu terjadi di tahun 2020, pabrik pindah ke Jawa Tengah. Pabrik garmen," kata Redma.

Redma memperkirakan, dengan asumsi nilai impor per kontainer senilai Rp 1,5 miliar maka dengan besaran gap nilai impor yang kemudian diduga sebagai impor ilegal, maka ada sekitar 28.480 kontainer TPT per tahun yang masuk ilegal ke Indonesia. Atau sekitar 2.370 kontainer ilegal per bulan.

Dengan begitu, tambahnya, produk tekstil yang beredar di pasar Indonesia menguasai 41% dari total konsumsi yang ditaksir mencapai US$16 miliar tahun 2022.

"Hal ini tentu sangat merugikan karena barang-barang impor ilegal ini tidak bayar bea masuk dan pajak sehingga bisa dijual sangat murah di pasar domestik dan produk lokal kalah bersaing," tukasnya.

"Ini sudah terjadi pembiaran selama bertahun-tahun. Kondisi industri TPT nasional sudah kronis, beberapa perusahaan sudah tutup, sebagian sudah banyak mematikan mesin hingga banyak karyawan yg terkena rasionalisasi karena utilisasi turun," pungkas Redma.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Asosiasi Pertekstilan Indonesia Tak Gentar Ancaman Trump