Pulau Rempang Disulap Jadi Eco City, Warganya Dapat Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemampuan pemerintah pusat, pemerintah kota Batam, dan BP Batam untuk menuntaskan secara baik dan adil bentrokan di Pulau Rempang, akan menjadi acuan investor untuk mengucurkan dananya di Batam. Sebab, lokasi itu strategis dan berhadapan langsung dengan Singapura.
Sebagai informasi, bentrokan ini terjadi karena adanya penolakan dari warga Rempang terhadap pembangunan Rempang Eco City, lokasi pabrik yang dioperasikan oleh produsen kaca China, Xinyi Glass Holdings Ltd. Perusahaan itu telah berkomitmen membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa senilai US$11,5 miliar dan menjadikannya sebagai pabrik kaca kedua terbesar dunia setelah di China.
"Sebelumnya di daerah Rempang dan Galang itu belum ada proyek besar di sana, maka dengan kita buka ini orang yakin kita serius dan tepat apa yang jadi komitmen kita, apalagi Pak Presiden sampaikan investasi sangat dibutuhkan Indonesia," kata Kepala BP Batam Muhammad Rudi dalam program Power Lunch CNBC Indonesia, Jumat (15/9/2023).
Rempang Eco City untuk Xinyi Glass Holdings sendiri hanya akan memanfaatkan lahan seluas 2.000 hektare (ha) dari total 17.600 ha lahan yang dikelola PT MEG (Makmur Elok Graha) selaku pemegang hak pengelolaan wilayah di Pulau Rempang itu sejak 2004. Oleh sebab itu, Rudi mengatakan, potensi Rempang untuk menyerap investasi masih sangat besar.
"Kalau Rempang ini jalan di atas 2.000 ha maka yang 5.000 ha bisa jalan lebih lancar karena yang 2.000 ha saja investasi lebih kurang US$ 11,5 miliar, dan itu kalau di rupiah kan mungkin sekitar Rp 170-an triliun," tutur Rudi.
Rudi menjelaskan, sebetulnya investasi di Rempang, termasuk wilayah Batam secara keseluruhan sangat menarik bagi para investor karena aksesnya sudah terbuka secara keseluruhan, mulai dari darat, laut, dan udara. Bandara sendiri kata dia sudah akan diperluas dan pada Oktober 2023 akan ada peletakan batu pertama untuk pembangunan terminal dua Bandara Internasional Batam.
"Kita ingin ada penerbangan langsung dari luar ke Kota Batam, sehingga mereka bisa langsung tidak via sana via sini lagi. Kedua, akses daratnya sudah sangat sempurna. Ketiga, pelabuhan laut, kalaupun dia harus lewat Singapura maka pelabuhannya berstandar internasional," ucap Rudi.
Terlebih lagi, sistem perizinan usaha saat ini sudah melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau online single submission (OSS). Dengan begitu, ia optimistis, target raupan investasi ke depan akan semakin besar dari yang 2022 sekitar Rp 35 triliun menjadi Rp 50 triliun pada 2024.
"Target kita 2022 kalau tidak salah Rp 35 triliun, dan target 2024 Rp 50 triliun tapi dengan PT ini masuk sudah melampaui berarti. Kenapa targetnya demikian karena Batam satu kota yang menjadi barometer perkembangan ekonomi di Kepulauan Riau. Kalau batam terbangun bagus maka provinsi juga akan tertarik," tegasnya.
Adapun manfaat terbangunnya Rempang Eco City sendiri bagi masyarakat sekitarnya yang terdampak pembangunan, menurut Rudi akan cukup banyak. Pertama, jumlah penyerapan tenaga kerjanya dari khusus wilayah Rempang dan Galang termasuk wilayah Belakang Padang akan mencapai 30 ribu orang.
"Kita sudah sepakat dengan PT MEG tenaga kerjanya dididik dari sekarang, karena kalau Xinyi bangun pabrik kaca mulai hari ini, maka mungkin 2-3 tahun ke depan baru selesai dari pelabuhan sampai dengan bangunannya. Maka, kita masih punya waktu untuk didik anak-anak kita," ujar Rudi.
BP Batam pun menurutnya sudah menjalin kerja sama dengan dua perguruan tinggi di Batam, satu Politeknik Batam, dan dua Universitas Ali Haji supaya membuka fakultas khusus yang dibutuhkan oleh perusahaan yang akan berinvestasi, sehingga bisa menjadi tenaga kerja di sana. BP Batam pun juga akan membangun sekolah vokasi setara SMK di wilayah masyarakat yang terdampak pembangunan Rempang Eco City.
Jumlah masyarakat yang terdampak pembangunan Rempang Eco City seluas 2.000 ha itu sebanyak 700 KK yang berasal dari tiga kampung, yakni Kampung Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, dan Pasir Panjang. Mereka pun akan direlokasi ke sebuah kampung baru bernama Kampung Pengembangan Nelayan Maritime City dengan mendapat rumah type 45 dan lahan seluas 500 m2.
"Intinya dari tenaga kerja saja mereka sudah dapat hasilnya, dan kedua jumlah tenaga kerja awalnya saja 30 ribu, maka hasil nelayan mereka bisa digunakan untuk daerah situ saja sehingga mereka tak perlu jauh-jauh jual hasilnya, mereka cukup di situ saja," tutur Rudi.
Menurut Rudi, masyarakat Rempang dan Batang juga tentu akan semakin melek teknologi, karena perusahaan bertaraf internasional seperti Xinyi tentu akan memanfaatkan perkembangan teknologi dalam mengoperasikan perusahaannya.
"Minimal kita bodoh pun kalau bergabung dengan orang pintar kita bisa jadi pintar. Kita harap warga Rempang-Galang sekitarnya yang mungkin hari ini kita semua tahu di sekitar pulau sana tidak tersentuh dan tidak terbangun kita harap dengan perusahan ini masuk banyak orang masuk ke sana dan pasti bisa bertukar ilmu," ungkapnya.
(mij/mij)