
Banjir Pujian dari IMF & Bank Dunia, Benar RI Terbaik di G20?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja ekonomi Indonesia membuat International Monetary Fund (IMF) dan World Bank berdecak kagum. Pasalnya, Indonesia berhasil menjadi ekonomi yang pulih lebih cepat dibandingkan negara lain setelah pandemi.
Selama delapan kuartal beruntun ekonomi RI bisa tumbuh di atas 5% dan defisit fiskal RI bisa kembali ke kisaran di bawah 3% jauh lebih cepat dari perkiraan di 2022.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan keberhasilan Indonesia inilah yang disorot dunia dan mendapatkan pujian dari IMF serta World Bank.
Dia mengatakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Asean yang sedang digelar di Jakarta, akan ada banyak pihak yang menilai perekonomian Indonesia memberi harapan di tengah dunia yang penuh tekanan. Tidak sedikit bahkan yang menilai Indonesia termasuk yang terbaik di antara G20.
"IMF datang memuji, World Bank datang memuji Indonesia," ungkapnya.
Suahasil mengatakan Indonesia dianggap menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat selama pandemi Covid-19, sehingga bisa pulih lebih cepat dibandingkan negara lain.
"Negara lain masih banyak yang defisit dan belum bisa kembali, Indonesia menjadi yang lebih cepat," kata dia dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI di Kompleks Parlemen DPR, dikutip Senin (11/9/2023).
Menurut Suahasil, upaya pemerintah untuk menjaga perekonomian di masa pandemi tidak mudah. Pandemi, kata dia, bukan satu-satunya kondisi yang mengancam perekonomian negara.
Kondisi ketidakpastian global, kata dia, menjadi ancaman tambahan yang harus dihadapi pemerintah agar ekonomi Indonesia bisa bertahan.
Dia menceritakan kondisi global yang tidak menentu itu berlanjut ketika pandemi sebenarnya sudah mulai mereda. Perekonomian dunia yang tadinya terpuruk, tiba-tiba melejit begitu badai Covid-19 mulai berlalu. Pertumbuhan ekonomi yang terlampau cepat ini, justru bisa berbahaya.
Maka itu, negara-negara maju merespons dengan menaikkan suku bunga mereka untuk mengerem mesin ekonomi yang terlalu panas.
Kondisi itu, kata Suahasil, kian parah dengan meletusnya perang Rusia-Ukraina di awal 2022. "Kita juga dikagetkan dengan perang Rusia-Ukraina yang membuat lonjakan inflasi dan pengetatan moneter menjadi lebih kuat," ujar dia.
Pemerintah harus putar otak agar Indonesia tidak terimbas fluktuasi ekonomi dunia yang tinggi. Maka itu, pemerintah memilih menerapkan kebijakan counter cyclical untuk menghadapi guncangan tersebut.
Dalam pelaksanaannya, kata dia, pemerintah melakukan counter cyclical dengan cara mengambil kebijakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berlawanan dengan kondisi ekonomi. Dia mencontohkan kebijakan itu sudah diterapkan ketika awal pandemi pada 2020. Ketika ekonomi sedang terpuruk akibat pandemi, kata dia, APBN justru dirancang untuk membukukan defisit hingga minus 6,1%.
Batas defisit yang diperlebar itu diizinkan melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
"Artinya kalau ekonomi sedang terkontraksi secara dalam, maka APBN harus belanja lebih banyak," kata dia.
Kebijakan APBN yang berlawanan, kata dia, kemudian diambil pemerintah ketika kondisi pandemi sudah mulai mereda dan perekonomian sudah mulai pulih. Suahasil mengatakan kebijakan defisit yang besar seperti saat seperti pandemi tentu tidak bisa dipertahankan terus menerus. Maka itu, kata dia, sejak 2022 pemerintah mulai mengurangi angka defisit di APBN.
"Tidak mungkin defisit kita akumulasi terus," ujar dia.
Suahasil mengklaim rangkaian kebijakan itu terbukti manjur mengobati kondisi perekonomian Indonesia yang berdarah-darah. Buktinya, kata dia, pada 2022 pemerintah sudah berhasil mengurangi defisit APBN menjadi 2,4% dibanding Produk Domestik Bruto.
"Ini lebih cepat dari amanat undang-undang yang mengatur defisit kita harus kembali paling lambat pada 2023," ujarnya.
Tak hanya IMF dan Bank Dunia, negara-negara G20 juga mengaku takjub dengan Indonesia. Banyak yang kaget dengan situasi Indonesia dan berbeda jauh dengan negara lainnya. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya.
Menurutnya, banyak Menteri Keuangan yang menceritakan situasi negaranya cukup buruk. Indikatornya dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang lemah, inflasi tinggi maupun ruang fiskal yang sempit.
"Tren pelemahan itu banyak dilaporkan negara-negara G20 terutama negara-negara besar," terangnya.
Negara besar kini memang berada dalam situasi berat. Amerika Serikat (AS), Eropa, China dan Jepang adalah empat di antaranya. Data terakhir menunjukkan PMI manufaktur negara tersebut kontraksi alias di bawah 50. Ini tanda ekonominya akan terus melemah.
"Artinya PMI-nya di bawah 50 dan ini negara-negara yang memiliki peran besar terhadap ekonomi dunia, yaitu Amerika, Eropa, Jerman, Prancis, Jerman, Jepang, Korea," ujar Sri Mulyani beberapa waktu lalu.
Lantas, seperti apa kondisi ekonomi negara-negara G20 per 2022:
1. Argentina
PDB: 5,2%
Fiskal: -2,4%
2. Australia
PDB: 2,7%
Fiskal: -1,4%
3. Brasil
PDB: 2,9%
Fiskal: -4,6%
4. Kanada
PDB: 3,44%
Fiskal: -3,6%
5. China
PDB: 3%
Fiskal: -7,4%
6. Prancis
PDB: 2,6%
Fiskal: -4,7%
7. Jerman
PDB: 1,8%
Fiskal: -2,6%
8. India
PDB: 7,2%
Fiskal: -6,44%
9. Indonesia
PDB: 5,31%
Fiskal: -2,38%
10. Italia
PDB: 3,7%
Fiskal: -8%
11. Jepang
PDB: 1%
Fiskal: -6,4%
12. Meksiko
PDB: 3,1%
Fiskal: -3,4%
13. Rusia
PDB: -2,1%
Fiskal: -2,3%
14. Arab Saudi
PDB: 8,7%
Fiskal:+2,5%
15. Afrika Selatan
PDB: 2,04%
Fiskal: -4,2%
16. Korea Selatan
PDB: 2,56%
Fiskal: -7%
17. Turki
PDB: 5,6%
Fiskal: -0,9%
18. Inggris Raya
PDB: 4,1%
Fiskal: -5,5%
19. Amerika Serikat
PDB: 2,1%
Fiskal: -5,8%
20. Uni Eropa
PDB: 3,5%
Fiskal: -3,6%
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IMF & Bank Dunia Bagikan 'Warning' Bencana Ekonomi Gegara AS
