RI Utamakan Impor Gula Brasil, Bos ID Food Ungkap Alasannya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Jumat, 08/09/2023 11:45 WIB
Foto: Suasana aktivitas bongkar muat gula kristal merah (rafinasi) dari India sebanyak 2.000 ton di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (11/5/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) (Persero) atau ID Food, Frans Marganda Tambunan menyebut spesifikasi gula Brasil lebih mendekati spesifikasi gula yang dibutuhkan Indonesia, dibandingkan dengan gula Thailand yang cenderung lebih putih. Hal ini membuat Indonesia lebih mengutamakan membuka keran impor lebih besar untuk gula asal Brasil.

"Kita dari Thailand rutin mengimpor setiap tahun tapi jumlahnya tidak bisa banyak. Karena mungkin selain surplus produksi tidak banyak, juga spesifikasi gula Thailand dengan kita itu biasanya agak berbeda, mereka punya gula yang lebih putih daripada kita. (Jadi ya) Yang lebih mendekati itu dari Brasil," kata Frans saat ditemui CNBC Indonesia di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat (8/9/2023).

Hanya saja, dia mengakui, untuk melakukan importasi gula dari Brasil sejumlah persiapan, utamanya dalam waktu pengiriman dan sebagainya itu harus benar-benar dipertimbangkan. Sebab, masa persiapan karena shipping time atau waktu pengiriman dari Brasil ke Indonesia mungkin membutuhkan waktu 5 minggu, ditambah ada persiapan produk sekitar 2 minggu. Maka proses tersebut kurang lebih membutuhkan waktu 7 minggu atau hampir 2 bulan.


"Jadi hampir 2 bulan yang harus kita persiapkan sampai gula tersebut sampai di Indonesia," tukasnya.

Adapun opsi rencana impor gula dari Brasil ini sejalan dengan keputusan India menutup keran ekspornya hingga awal tahun 2024. Sebagai informasi, porsi sumber impor gula Indonesia 30% nya berasal dari India.

"Karena saat ini kan India sudah menghentikan ekspor gulanya sampai awal tahun 2024, kemungkinan saat ini negara yang bisa kita lakukan importasi pengadaannya hanya Brasil, yang tentunya proses pengadaannya lebih panjang daripada dari India," jelasnya.

Frans tak menampik kalau Indonesia memang masih harus melakukan importasi gula, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun industri. Impor dalam bentuk gula mentah (raw sugar) oleh industri swasta dan BUMN, serta gula konsumsi yang hanya bisa dilakukan oleh BUMN.

"Kalau lihat tren setiap tahun dan kita masih defisit kurang lebih 800 ribu ton sampai dengan 1 juta ton, biasanya ada importasi untuk mem-backup, terutama kebutuhan menjelang Puasa-Lebaran," tutur dia.

Namun, terkait dengan dilakukannya importasi atau tidak, Frans mengatakan, itu merupakan keputusan pemerintah. Tetapi, biasanya importasi dilakukan tidak pernah berbarengan dengan musim giling gula dalam negeri.

"Biasanya dilakukan di akhir tahun atau awal tahun, di saat kita memang sudah tidak masuk musim giling," ujarnya.

"Jika nanti memang ada penugasan importasi gula karena ada defisit produksi dalam negeri dengan kebutuhan, maka kita memang harus mempersiapkan lebih baik. Tapi kalau kami sebagai BUMN menunggu penugasan dari pemerintah terkait importasi nanti," pungkasnya.


(dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pemerintah Tolak BMAD Benang China