
Sri Mulyani Waspada Soal Harga Minyak, Bisa Tembus US$100?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meningkatkan kewaspadaannya akibat pergerakan harga minyak dunia beberapa hari terakhir. Sikap Sri Mulyani ini juga didorong oleh potensi ketidakpastian terhadap harga minyak dunia menjadi sangat tinggi.
Dia menceritakan, kenaikan harga minyak beberapa hari terakhir hingga ke level US$ 90 per barel disebabkan gangguan dari sisi pasokan dan permintaan. Terutama karena negara-negara produsen utama minyak seperti Arab Saudi dan Rusia yang menyatakan akan menahan produksi hingga Desember 2023.
Selain itu, dia melanjutkan Amerika Serikat (AS) juga telah mengabarkan akan memberhentikan eksplorasi cadangan minyak di kawasan Alaska, yang dikenal dengan Proyek Willow. Ini dilakukan di tengah lemahnya perekonomian AS dan China di tambah masih tingginya tensi geopolitik di berbagai kawasan.
"Dari sisi produsennya yang dilakukan OPEC, Saudi dan Rusia, juga dari sisi demand-nya, pertumbuhan ekonomi. Itu jadi salah satu yang perlu diwaspadai dan monitor," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, kondisi ini yang menyebabkan pemerintah dan DPR mengubah asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP ke level US$ 82 per barel dari mulanya di RUU APBN 2024 sebesar US$ 80 per barel.
"Karena itu, langkah pertama adalah kita ubah asumsi dari US$80 menjadi US$82 sehingga APBN lebih kita siapkan misalnya untuk belanja subsidi. Tapi, itu harus juga disertai perencanaan yang lebih baik, dan APBN dalam dua hingga tahun terakhir selalu disiapkan menjadi shock absorber," tegas Febrio.
Febrio pun tidak dapat memastikan bagaimana tren arah pergerakan harga minyak ke depannya. Ia hanya bisa memastikan bahwa faktor-faktor yang menggerakkan harga minyak ke depan tidak akan membuat harga minyak melonjak hingga ke level US$ 140 seperti pada 2022.
"Kalau dibandingkan dengan 2022 harusnya tidak (tembus US$100 per barel), tapi ketidakpastian itu kan kita akomodir bahwa kita tidak tahu semuanya. Jadi APBN dibuat antisipatif dan forward looking, kalau kita lihat di 2022 harga bisa US$ 140, itu pun bisa kita siapkan APBN," tegasnya.
Sebagai informasi, harga minyak mentah dunia di buka bervariatif pada perdagangan Kamis (7/9/2023) setelah kenaikan beruntun sejak awal September 2023. Minyak Brent berhasil menyentuh level tertinggi sejak awal tahun di level US$ 91,15 pada Selasa (5/9/2023).
Hari ini harga minyak mentah WTI di buka stagnan di posisi US$ 87,54 per barel, sementara harga minyak mentah Brent di buka menguat 0,23% ke posisi US$ 90,81 per barel.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pemerintah tidak nyaman bila harga minyak sangat tinggi, apalagi kalau sampai di atas US$ 100 per barel. Dia beralasan, ini tak lain karena Indonesia merupakan net importir minyak.
"Sebetulnya kita itu nggak terlalu nyaman ya, dengan sangat tinggi (harga minyak global), sampai di atas US$ 100 itu nggak terlalu nyaman memang. Itu betul memang bisa tinggi," tuturnya saat ditemui di sela Indonesia Sustainability Forum (ISF) di Jakarta, Kamis (07/09/2023).
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Meroket, Sri Mulyani Rombak Asumsi RAPBN 2024