Luhut Ungkap Fakta Ngeri Ancaman 'Malapetaka' Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) buka suara mengenai krisis iklim yang terjadi di dunia. Hal ini diungkapkan Luhut dalam Indonesia Sustainability Forum (ISF), Kamis (7/9/2023).
Menko Luhut mencatat, bahwa pada Juli 2023 terjadi suhu rata-rata global tertinggi dalam sejarah. Di mana mencapai 1,5 derajat celcius atau lebih panas dibandingkan rata-rata pada masa pra industri.
"Ini menjadi ancaman, krisis iklim bisa berdampak pada ketahanan pangan, pembangunan daerah pedesaan dan kemiskinan," terang Luhut dalam ISF, Park Hyatt Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Yang mengerikan lagi, Luhut menyatakan bahwa krisis iklim ini bisa merugikan perekonomian dunia hingga sebesar US$ 23 triliun hingga tahun 2050. Bahkan, dengan tingkat kematian mencapai 3 juta tiap tahunnya.
"Jadi ini adalah bahaya yang kita hadapi dalam waktu dekat, jika tidak mengambil tindakan bersama. Kita berada pada masa yang sangat penting dalam sejarah ketika tindakan atau kelambanan kita akan menentukan kesejahteraan generasi mendatang. Setiap orang perlu mengambil tindakan dan bertindak untuk menyelamatkan masa depan dari perubahan iklim," tegas Luhut.
Luhut menambahkan, bahwa memang secara global, banyak hal yang sudah dilakukan di atas kertas. Hanya saja, kolaborasi internasional yang konkrit dan cepat sangat dibutuhkan. "Itulah sebabnya kita juga berada di sini pagi ini."
"Selama perjalanan dekarbonisasi dan kemitraan serta pengalaman kami, kami menyadari bahwa setiap negara berbeda, titik awal, kapasitas dan kemampuan serta batasan yang berbeda untuk mencatat karbonisasi. Namun krisis iklim bukan hal yang biasa, krisis iklim adalah masalah semua orang," tandas Luhut.
Di sisi lain, Menko Marves menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan jumlah 95 juta hektare hutan hujan di Asia. Di mana, terdapat potensi energi terbarukan yang sangat besar dengan daya mencapai 3.600 Giga Watt.
"Indonesia mempunyai peran penting dalam upaya dekarbonisasi global. Dan kami akan terus mewujudkan bauran energi hijau kami," ungkap Luhut.
Selain hutan hujan, Indonesia, kata Luhut, memiliki sumber daya yang berlimpah seperti mineral kritis untuk transisi energi. Yakni nikel, timah, bauksit dan tembaga.
"Indonesia adalah salah satu negara dengan proyek dekarbonisasi terbesar dan memiliki komitmen net zero pada tahun 2060-an atau lebih awal. US$ 20 miliar komitmen iklim melalui kemitraan 43% target pengurangan NDC, target pengurangan energi dan investasi energi terbarukan lintas batas senilai US$ 30 miliar," ungkap Luhut.
(pgr/pgr)