
4 PLTU Jumbo di Pinggir Jakarta Disetop, Segini Kapasitasnya

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan untuk menyetop pemakaian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara Suralaya Uni 1, 2, 3 dan 4. Hal ini sebagai upaya pemerintah menekan polusi udara yang terjadi di DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya.
PLTU batu bara Suralaya 1, 2, 3 dan 4 berlokasi di Cilegon, Provinsi Banten itu memiliki kapasitas yang besar yakni memiliki masing-masing kapasitas 400 Mega Watt (MW). Sehingga total keseluruhan pembangkit menjadi 1.600 MW.
PLTU batu bara ini dioperasikan oleh anak usaha PT PLN (Persero) yakni PT Indonesia Power (IP).
Menurut penelusuran CNBC Indonesia, unit Pembangkitan Suralaya pertama kali dibangun pada tahun 1984 dengan 2 (dua) Unit Pembangkit. Adapun PLTU Suralaya sekarang ini memiliki hingga 10 unit.
Direktur Utama PLN Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra mengatakan operasional PLTU Suralaya telah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Pihaknya bahkan melakukan pengurangan operasional PLTU saat awal disebut sebagai kontributor polusi Jakarta.
"Sejak 28 Agustus, PLN mengurangi operasional PLTU Suralaya sebanyak 4 unit atau sebesar 1.600 Megawatt (MW) tapi kita ketahui polusi di Jakarta justru semakin tinggi," ungkapnya.
Pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya untuk terus menurunkan emisi dari operasional pembangkitnya. Edwin menjelaskan, PLTU Suralaya telah dilengkapi dengan teknologi Electrostatic Precipitator (ESP) yang akan menyaring debu sisa pembakaran sampai ukuran terkecil di bawah 2 micrometer.
"Di sisi pengawasan emisi, PLTU Suralaya telah dilengkapi dengan Continuous Emission Monitoring System (CEMS) untuk memastikan emisi gas buang dari operasional tetap di bawah ambang batas yang ditentukan. Di sini bisa dilihat, PLN menerapkan sistem digital untuk mengelola seluruh pembangkit kami. Monitoring sistem pembangkit membuat operasional semakin efektif dan efisien," ujar Edwin dalam siaran persnya, dikutip Rabu (6/9/2023).
Sejatinya, munculnya isu mematikan PLTU Suralaya 1, 2, 3 dan 4 ini berawal dari Menteri BUMN Erick Thohir. Ia menyatakan bahwa akhirnya memilih untuk mematikan keempat unit PLTU batu bara itu sebagai upaya menekan polusi udara yang ada di DKI Jakarta dan sekitarnya.
"Okelah, PLTU ini disalahkan. Kita matikan Suralaya 1, 2, 3, 4, tetapi apa? data terakhir tidak mengurangi polusi ternyata, tapi tetap kita matikan, karena ini komitmen sama-sama kita menjaga polusi, polusi ini musuh kita bersama, karna ini kesehatan kita sehari-hari yang tinggal di Jakarta," terang Menteri Erick Thohir di usai Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, dikutip Sabtu (2/9/2023).
Menteri Erick menyebutkan, tatkala PLTU di wilayah Jawa dimatikan, harus ada kesepakatan sebagai solusi pergantian listrik khususnya dari listrik energi terbarukan yang memiliki sistem beban dasar (base load) seperti PLTU. Salah satunya adalah dengan pembangkit geothermal.
Maka dari itu, pihaknya mendorong PT Pertamina (Persero) untuk mengakuisisi aset-aset geothermal yang ada di PT PLN (Persero) dan juga di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) (Red-PT Geo Dipa Energi).
Sementara itu untuk PLN, Menteri Erick juga sudah mengirim surat kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif dan juga Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan aset-aset tenaga listrik yang ada di Papua untuk menjadi milik PLN.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Dimatikan, PLTU Suralaya Masih Sanggup Menyala