
Luhut Kaji 'Suntik Mati' PLTU Batu Bara Suralaya!

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan tengah mengkaji perihal rencana penghentian operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini. Salah satunya yakni PLTU Suralaya.
Luhut menilai langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mengatasi polusi di DKI Jakarta. Terlebih PLTU Suralaya sudah beroperasi lebih dari 40 tahun.
"Itu kita mau rapatin, nanti yang Suralaya itu kan sudah banyak polusinya ya dan sudah lebih 40 tahun ya. Jadi kita pengen exercise, kita pengen kaji. Kalau bisa kita tutup supaya mengurangi polusi Jakarta," di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Di samping itu, pemerintah juga akan mendorong percepatan implementasi penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur. Sebab, pemerintah selama ini harus mengeluarkan dana Rp 38 triliun untuk biaya berobat masyarakat akibat polusi yang ditimbulkan.
"Ada yang melalui BPJS, ada yang melalui pengeluaran sendiri untuk kesehatan karena akibat udara ini, banyak yang sakit ispa, kalian pun kena, saya juga kena semua. Jadi ini beban kita rame-rame, jadi kalau ada yang keberatan ya, ya kamu rasain aja sendiri terus-terusan, saya ndak mau," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang rencana penghentian operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) selain PLTU Cirebon-1. Adapun dari hasil studi, terdapat 13 unit PLTU yang berpotensi dimatikan lebih cepat dari rencana awal.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan berdasarkan hasil studi yang pihaknya lakukan terdapat 13 unit PLTU yang berpotensi pensiun dini. 13 unit PLTU tersebut memiliki kapasitas sebesar 4,8 gigawatt (GW) dengan 66 juta ton CO2.
"Kita mempunyai hasil studi, ada 13 unit ya. Yang kalau dibiarkan juga seharusnya mati di 2030. Itu ada. Jadi seperti Suralaya, Paiton itu kan yang besar dan sangat polluted. Kalau itu mau di-shutdown juga, perlu finance lagi. Nah finance itulah yang kalau internasional ini rada nggak mau membiayai. Sehingga PLN harus dengan their own money," ujarnya saat ditemui usai acara Green Economic Forum 2024 dikutip, Kamis (30/5/2024).
Meski demikian, Eniya mengaku dari 13 unit PLTU tersebut, lima diantaranya apabila dibiarkan saja sebetulnya juga akan mati dengan sendirinya pada 2030. Karena itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif memilih skema coal phase down. Dalam skenario ini, operasi PLTU akan dibiarkan hingga berakhirnya kontrak jual beli listrik.
"Arahan dari Pak Menteri adalah itu dibiarkan mati. Ada sekitar 5 kalau gak salah 5 unit yang naturally 2030 mati. Total 13 itu tadi 4,8 GW. Dari situ terus ada beberapa yang misalnya 2032, ada yang 2035 gitu ya. Itu ada. Nah, kalau mau dicepetin kan harus ada kompensasinya," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PLTU Batu Bara Disuntik Mati, Listrik di Jawa Bisa Padam!
