Internasional

Media Asing Sorot Cadangan Nikel RI, Pasokan Sekarat!

luc, CNBC Indonesia
Rabu, 30/08/2023 21:00 WIB
Foto: Tambang Nikel Pulau Obi, Maluku Utara. (CNBC Indonesia/Suhendra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurangnya pasokan bijih nikel lokal untuk smelter di Indonesia menjadi sorotan dunia. Di tengah program hilirisasi yang digencarkan pemerintah, perusahaan smelter mengimpor bahan baku dari Filipina.

Hal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu arus perdagangan bahan mentah dan menaikkan biaya di seluruh rantai pasokan.

Reuters melaporkan pemerintah baru-baru ini menunda penerbitan kuota penambangan dan menghentikan operasi di lokasi utama milik perusahaan pertambangan negara PT Antam Tbk. (ANTM) setelah dilakukan investigasi atas praktik korupsi dalam pemberian izin pertambangan.


Meskipun penambangan di lokasi lain terus berlanjut dan Indonesia, yang menyumbang setengah dari pasokan bijih global, menyatakan bahwa mereka tidak kekurangan bijih, harga telah meningkat sekitar 8% pada minggu ini, menyusul lonjakan 10% pada minggu sebelumnya.

Beberapa perusahaan kini membeli bijih dari negara tetangga, Filipina, yang merupakan pemasok terbesar kedua di dunia, jika kuota penambangan baru makin tertunda. Hal itu diungkapkan tiga manajer smelter, dua pedagang nikel, dan seorang analis Tiongkok.

Semua menolak untuk diidentifikasi karena mereka tidak diizinkan untuk mengungkapkan informasi perdagangan secara publik.

"(Kami) mulai impor mulai bulan ini. Ekonomis," kata seorang pejabat di salah satu smelter besar di Indonesia.

Orang tersebut tidak memerinci berapa banyak yang dibeli oleh pabrik peleburan tersebut, tetapi mengatakan pembelian tersebut adalah bijih limonit kualitas rendah.

Penambang Indonesia akan memprioritaskan bijih berkadar tinggi karena kuota produksinya yang terbatas.

Menurut data perdagangan Indonesia, Indonesia mengimpor 53.864 metrik ton bijih nikel pada paruh pertama 2023, naik dari 22.503 ton sepanjang 2022. Namun impor dari Filipina baru dimulai pada Mei, dan semuanya tiba di pelabuhan Morowali.

"Bijih dari Filipina umumnya memiliki kadar lebih rendah dibandingkan material Indonesia sehingga akan mendorong biaya operasional lebih tinggi karena produksi yang lebih rendah dari tonase bijih yang sama," kata analis Wood Mackenzie Andrew Mitchell.

"Tetapi bijih tersebut lebih murah dibandingkan dengan bijih dalam negeri saat ini sehingga hal ini akan mengimbangi beberapa kenaikan biaya," imbuhnya.

Adapun Indonesia mengekspor sebagian besar bijihnya sebelum larangan pada tahun 2020 menghentikan semua pengiriman dan menarik investasi senilai miliaran dolar dalam pembangunan smelter, sebagian besar dari perusahaan China.

Menurut konsultan Tiongkok Mysteel, impor dari Filipina bisa meningkat hingga 100.000 ton untuk gabungan Juli dan Agustus karena terbatasnya pasokan.

Filipina menambang 360.000 ton bijih nikel pada 2022, atau 11% dari pasokan global.

Meningkatnya permintaan bijih dari Filipina juga mendorong kenaikan harga di China, karena pembeli menimbun karena terbatasnya pasokan dari Indonesia dan menjelang musim hujan di Filipina yang dimulai pada Oktober.

Harga bijih Filipina dengan kadar 1,3% yang mendarat di pelabuhan Lianyun China melonjak 20,6% dalam sebulan terakhir menjadi US$ 41 per ton, tertinggi sejak Maret.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ahli UGM Sebut Kerugian Tambang Raja Ampat Lampaui Kasus Timah