Diam-diam Sawit RI Digerogoti Masalah Ini, Petani Jadi Korban
Jakarta, CNBC Indonesia - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan, pertumbuhan produksi sawit Indonesia terus mengalami penurunan. Sejak tahun 2020 hingga 2025 mendatang, pertumbuhan produksi sawit diperkirakan negatif.
Hal itu disampaikan oleh Bidang Luar Negeri Gapki, Fadhil Hasan dalam acara Workshop GAPKI di Bandung, Rabu (23/8/2023).
Fadhil mengatakan, pertumbuhan produksi sawit yang negatif itu terjadi karena sudah sejak lama produktivitas mengalami stagnasi atau tidak meningkat.
"Pertumbuhan produksi sawit Indonesia terus turun. Kita perkirakan 2020-2025 malah negatif pertumbuhannya. Ini karena sudah lama ada gejala produktivitas mengalami stagnasi, tak meningkat," ujarnya.
Di sisi lain, kata Fadhil, adanya pembatasan perluasan area yang menyebabkan ekstensifikasi tidak bisa lagi dilakukan.
"Tahun 2011 kita melakukan moratorium dan diperpanjang tahun 2022 atau 2021. 2021 dalam UU Cipta Kerja memang nggak dinyatakan moratorium itu diperpanjang apa nggak, tapi asumsinya permanen, tidak boleh perluasan," kata dia.
Dia menekankan, produksi sawit Indonesia tidak mengalami peningkatan atau stagnan dalam empat tahun terakhir. Meskipun di tahun 2023 diproyeksikan produksi sawit akan ada sedikit mengalami peningkatan produksi dibandingkan dengan tahun 2022.
Adapun alasan produktivitas yang menurun, menurutnya, karena 60% benih sawit yang ditanam oleh para petani merupakan benih palsu.
"60% persen benih sawit yang ditanam petani itu fake (palsu). Makanya produktivitasnya rendah, akibatnya terjadi perbedaan hampir setengah antara produksi petani dengan kebun per hektar nya," ungkapnya.
"Kalau tanpa ada ekspansi lahan, dan tanaman rakyat diremajakan, di-replanting dengan benih yang baik (dan/atau) kualitas bagus, kalau terjadi peningkatan produktivitas, katakanlah 0,5 ton per hektare (ha) itu sudah bisa meningkatkan produksi itu. Sekarang petani jumlahnya 6,8 juta, kan 500 ribu kali 6 juta sudah berapa. Kalau misal dilakukan peremajaan secara berkelanjutan kemudian capai target dan seterusnya," lanjut Fadhil.
Lebih lanjut, menurut Fadhil, yang bisa dilakukan sekarang adalah dengan cara penyediaan benih yang cukup, dan diikuti dengan program praktik peremajaan agrikultur yang baik.
"Taping gak ada cara lain untuk bisa tingkatkan produktivitas. Kalau lewat mekanisasi, saya kira tidak tepat. Karena kalau lewat mekanisasi itu gantikan tenaga kerja sementara kita masih alami ketenagakerjaan," pungkasnya.
(dce)