
Amran Happy Nasib CPO RI di AS Menang dari Malaysia: Peluang Emas

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi menetapkan tarif baru sebesar 19% untuk semua produk asal Indonesia yang masuk ke negara itu, mulai 1 Agustus 2025.
Tak terduga, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman justru menyambut positif kebijakan tarif tersebut. Sebabnya, karena negara pesaing seperti Malaysia dikenakan tarif lebih tinggi, yakni sebesar 25%.
"Kita bersyukur, karena (wacana sebelumnya Indonesia dikenakan) tarif 34%, (kini turun) menjadi 19%. Kalau Malaysia 25% ya. Artinya apa? Ada celah di sana untuk pertanian Indonesia. Ada celah di sana untuk CPO (crude palm oil) Indonesia," kata Amran saat ditemui di kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Amran menilai keputusan tersebut menjadi peluang besar bagi sektor pertanian Indonesia, terutama pada komoditas andalan seperti crude palm oil (CPO). Ia menyebutkan, selisih tarif ini bisa menjadi keunggulan kompetitif bagi Indonesia di pasar AS.
"Pesaing kita cuma Malaysia. (Dengan adanya tarif ini) artinya kita bisa menambah juga (ekspor CPO ke AS). Ini menjadi peluang emas bagi pertanian," jelasnya.
Ia bahkan menyampaikan keyakinannya, Indonesia bisa mengungguli negara lain dalam ekspor CPO. "Malaysia 25%, Indonesia 19% kan? Terus kalau CPO kita masuk, yang mana menang? Indonesia," tegasnya.
Terkait strategi pemerintah untuk meningkatkan produksi CPO, Amran menyebut program penanaman kembali (replanting) terus berjalan. Namun, ia mengakui ada potensi stagnasi produksi karena sebagian dialihkan untuk kebutuhan biofuel.
"Iya kita akan menanam kembali, replanting kita sudah lakukan. Pasti produksi naik. Tetapi mungkin stagnan karena kita alihkan ke biofuel. Gitu," kata dia.
Ketika ditanya mengenai target luas lahan replanting, ia menjawab akan dibahas lebih lanjut setelah persoalan beras diselesaikan lebih dulu. Namun ia kembali menekankan keyakinannya terhadap daya saing CPO Indonesia.
"Nanti kita diskusi lagi, fokus dulu diselesaikan beras. Tapi CPO. CPO kita pasti bersaing menang kalau dibandingkan dengan negara lainnya," pungkasnya.
GAPKI Buka Suara
Terpisah, saat dihubungi sebelumnya, Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan hal senada.
"Kalau terkait sawit sebenarnya baik karena tarifnya lebih rendah dari Malaysia, walau lebih tinggi dari tarif yang berlaku sekarang. Tapi kita juga harus menunggu apakah akan ada kesepakatan baru antara Amerika dengan Malaysia," kata Fadhil kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/7/2025).
Hanya saja, secara umum, Fadhil menilai, tarif 19% yang dikenakan Trump dengan imbalan impor barang dari AS nol persen ke Indonesia, menunjukkan Indonesia memberi terlalu banyak konsesi ke negara Trump.
"Apalagi kalau kita mempertimbangkan perdagangan jasa dimana selama ini Amerika memiliki surplus besar, jadi dengan adanya kesepakatan ini maka Indonesia akan mengalami defisit dari perdagangan barang dan jasa dengan Amerika," ucapnya.
Hanya saja, Fadhil menegaskan, akan menunggu lebih lanjut keterangan resi dan detail dari pemerintah terkait kesepakatan dengan Trump tersebut.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Juragan Sawit RI "Tak Peduli" Wajib Simpan 100% DHE 1 Tahun, Ucap Ini
