
Rusia Mundur dari Proyek Migas RI, Calon Penggantinya Antre!

Jakarta, CNBC Indonesia - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan konflik Rusia dan Ukraina yang sampai saat ini masih berlangsung telah berdampak pada pengembangan proyek minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Salah satunya, proyek pengembangan di Blok Tuna, Kepulauan Natuna.
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf membeberkan rencana pengembangan Blok Tuna yang dikelola oleh perusahaan asal Inggris Harbour Energy melalui Premier Oil Tuna B.V. saat ini terimbas sanksi Uni Eropa dan Pemerintah Inggris. Pasalnya, partner mereka di blok tersebut yakni Zarubezhneft berasal dari Rusia.
Oleh sebab itu, Zarubezhneft pun akhirnya memutuskan untuk hengkang dari proyek tersebut. Mengingat Harbour Energy telah diwanti-wanti oleh pemerintah setempat untuk tidak bertransaksi apalagi berpartner dengan perusahaan asal Rusia.
"Sebenarnya Tuna sudah selesai, tapi tiba-tiba terjadi konflik, sehingga perusahaan yang berasal dari negara barat, Eropa, UK dari AS itu melakukan sanksi terhadap Rusia, jadi mohon maaf apapun transaksi gak dibolehkan, apalagi berpartner," ungkap Nanang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Meski begitu, Nanang menyebut saat ini sudah ada calon investor yang berminat untuk masuk menggantikan Zarubezhneft di Blok Tuna. Setidaknya, lanjutnya, sudah ada belasan calon investor yang antre untuk masuk menggantikan perusahaan asal Rusia tersebut di Blok Tuna.
"Banyak yang mau, belasan. Jadi yang antri itu belasan, nah yang pusing Harbour ini memilih mana yang cocok. Untuk itu, kita doakan saja agar segera selesai karena PoD ada tinggal eksekusi," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan rencana pengembangan Blok Tuna saat ini masih terganjal perihal pembiayaan. Pasalnya, di dalam kontrak bagi hasil Cost Recovery, seluruh pembiayaan proyek harus dibagi para pemegang hak partisipasi.
"Masalahnya sekarang di pembiayaan proyek nanti kan cost recovery kalau masih partner kan dibagi nah itu yang gak bisa dilakukan oleh Harbour (induk Premier Oil) karena ada transaksi. Jadi sekarang yang biayai Harbour," ungkap Tutuka.
Karena itu, Tutuka berharap agar konflik Rusia dan Ukraina yang saat ini masih berlangsung dapat segera mereda, sehingga pengembangan proyek Blok Tuna dapat segera dikebut.
Untuk diketahui, pada 2020 lalu, Premier Oil Tuna B.V. telah mendapatkan mitra untuk mengelola Blok Tuna, yakni Zarubezhneft.
Zarubezhneft sendiri merupakan perusahaan migas milik pemerintah Rusia yang dilaporkan mengakuisisi 50% hak partisipasi Blok Tuna melalui anak usahanya, ZN Asia Ltd.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Cabut dari Proyek RI, Calon Penggantinya Sudah Cek Data
