Internasional

BRICS Siap Rekrut Anggota Baru, RI Jadi Gabung Rusia-China?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
22 August 2023 08:00
Ma Zhaoxu, deputy Minister of Foreign Affairs of China, Mauro Viera, Minister of Foreign Affairs of Brazil, Naledi Pandor, South African Minister of International Relations and Cooperation, Sergei Lavrov, Minister of Foreign Affairs of Russia, and Subrahmanyam Jaishanker, Minister of Foreign Affairs of India, hold the BRICS (Brazil, Russia, India, China, South Africa) Foreign Ministers Meeting on June 01, 2023, in Cape Town. Foreign ministers from BRICS -- a five-nations bloc including Brazil, Russia, India, China and South Africa -- were meeting in Cape Town on Thursday. The talks came ahead of a heads of state summit in August, which is proving problematic for the host, South Africa, due to the possible attendance of Russian President Vladimir Putin, who is the target of an International Criminal Court (ICC) arrest warrant, stemming from Russias invasion of Ukraine. (Photo by Handout / RUSSIAN FOREIGN MINISTRY / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT
Foto: AFP/HANDOUT

Jakarta, CNBC Indonesia - Perluasan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) telah menarik banyak negara kandidat potensial. Lebih dari 40 negara telah menyatakan minat untuk bergabung dengan blok ekonomi tersebut, termasuk Iran hingga Argentina.

Para pejabat dari Afrika Selatan, yang menjadi tuan rumah KTT BRICS pada 22-24 Agustus, menyebut hampir dua lusin negara telah secara resmi meminta untuk diterima ke dalam blok tersebut.

"Kebutuhan objektif dari pengelompokan seperti BRICS sangat besar," kata Rob Davies, mantan menteri perdagangan Afrika Selatan, yang membantu negaranya bergabung dengan blok tersebut pada 2010.

"Badan multilateral bukanlah tempat di mana kita bisa pergi dan mendapatkan hasil yang adil dan inklusif," tambahnya, seperti dikutip Reuters, Selasa (22/8/2023).

Negara-negara yang ingin bergabung dilaporkan memiliki satu kesamaan, yakni keinginan untuk menyamakan kedudukan di tatanan global, yang banyak dianggap curang terhadap mereka.

Mereka berharap dapat menghilangkan praktik perdagangan yang kasar, menghukum rezim sanksi, dianggap mengabaikan kebutuhan pembangunan negara-negara miskin, hingga dominasi orang kaya Barat terhadap badan-badan internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dana Moneter Internasional (IMF), atau Bank Dunia (World Bank).

Iran dan Venezuela, yang dihukum dan dikucilkan oleh sanksi, berusaha mengurangi isolasi mereka dan berharap blok tersebut dapat memberikan bantuan kepada perekonomian negara mereka yang lumpuh.

"Kerangka integrasi lain yang ada di tingkat global dibutakan oleh visi hegemonik yang didorong oleh pemerintah AS," kata Ramón Lobo, mantan menteri keuangan dan gubernur bank sentral Venezuela.

Kandidat dari Afrika, Ethiopia dan Nigeria, tertarik dengan komitmen blok tersebut terhadap reformasi di PBB yang akan memberikan suara yang lebih kuat kepada benua tersebut. Yang lain menginginkan perubahan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), IMF, dan Bank Dunia.

"Argentina dengan tegas menyerukan konfigurasi ulang arsitektur keuangan internasional," kata seorang pejabat pemerintah Argentina yang terlibat dalam negosiasi untuk bergabung dengan BRICS.

Sementara, kata para analis, negara-negara Teluk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melihat BRICS sebagai kendaraan untuk peran yang lebih menonjol dalam badan global.

Akan tetapi, para pengamat menunjukkan bahwa rekam jejak BRICS yang buruk tidak memberikan pertanda baik bagi prospek BRICS dalam mewujudkan harapan besar para calon anggotanya.

Meskipun merupakan rumah bagi 40% populasi dunia dan seperempat PDB global, ambisi blok tersebut untuk menjadi pemain politik dan ekonomi global telah lama digagalkan oleh perpecahan internal dan kurangnya visi yang koheren.

Ekonominya yang pernah berkembang pesat, terutama China, kini melambat. Anggota pendiri, Rusia, menghadapi isolasi atas perang Ukraina. Presiden Vladimir Putin, yang dicari berdasarkan surat perintah penangkapan internasional karena dugaan kejahatan perang, tidak akan melakukan perjalanan ke Johannesburg dan hanya bergabung secara virtual.

"Mereka mungkin memiliki ekspektasi berlebihan terhadap apa yang sebenarnya akan dicapai oleh keanggotaan BRICS," kata Steven Gruzd dari South African Institute of International Affairs.

Aksi RI

Sementara itu, Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memastikan bakal menghadiri KTT tersebut. Ini merupakan salah satu kegiatan di tengah rangkaian kunjungan kerja di Benua Afrika.

"Untuk Afrika Selatan, Indonesia diundang dalam KTT BRICS, dan tentunya di sela-sela KTT BRICS akan dilakukan berbagai pertemuan bilateral dengan kepala negara lainnya," kata Jokowi.

Sebelumnya, beredar kabar Indonesia telah telah mendaftarkan diri untuk bergabung ke BRICS.

Hal ini pun kemudian ditanggapi Jokowi. Ia menegaskan saat ini hal tersebut belum dalam tahap keputusan.

Perlu diketahui, kelompok BRICS menyumbang lebih dari 40% populasi dunia dan sekitar 26% ekonomi. Kelompok ini seringkali dilihat sebagai forum alternatif untuk negara-negara di luar saluran diplomatik yang didominasi oleh kekuatan Barat.

Awal 2023, BRICS mengeluarkan wacana mengeluarkan mata uang baru untuk menggantikan dolar AS yang mendominasi perdagangan global. Usulan "perlawanan" ini digagas oleh Rusia yang sulit melakukan bisnis pasca sanksi ekonomi dan keuangan pada Moskow akibat perang di Ukraina.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi Bakal Hadiri KTT BRICS di Afrika Selatan 22-24 Agustus

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular