Nih! Komentar 5 Ekonom RI Soal APBN Terakhir Jokowi Rp3.304 T

3. Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo
Menurut Banjaran, asumsi makro ekonomi yang digunakan untuk RAPBN 2024, yaitu 5,2% pertumbuhan PDB, 2,8% inflasi, kurs Rupiah di 15.000/USD, dan harga minyak US$ 80/barel merupakan asumsi yang lebih optimistis dibandingkan proyeksi konsensus pelaku pasar, yaitu 5,0% pertumbuhan PDB dan 3,0% inflasi.
"Apabila dibandingkan dengan proyeksi kami, asumsi pertumbuhan ekonomi pada RAPBN tersebut cenderung berada di dalam best case scenario. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi pada baseline scenario kami berada di kisaran 4,6-5,0%," ucap Banjaran.
Banjaran menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada 2024 yang cenderung di bawah 5% disebabkan kondisi perekonomian global yang masih melambat dan gejolak tinggi yang berlanjut hingga 2024. Salah satu yang perlu dikhawatirkan menurutnya adalah rambatan atau spillover dari kondisi di AS yang berpotensi memasuki resesi pada tahun depan.
"Hal ini berpotensi menekan nilai tukar Rupiah, menaikkan harga minyak mentah, memperberat imported inflation dan mengurangi permintaan ekspor," ucap Banjaran.
Jika pemerintah ingin mewujudkan pertumbuhan 5,2% atau lebih, Banjaran menilai, pemerintah membutuhkan alokasi belanja yang dapat menggerakan perekonomian di tengah pelemahan ekspor.
Beberapa di antara, misalnya, melanjutkan penguatan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di tengah gejolak politik dan masa pergantian kepala daerah, penguatan industri halal untuk mendukung ekspor ke pangsa pasar non-konvensional di Timur Tengah, penguatan SDM seperti link and match skill pekerja, serta kewajiban penyerapan tenaga kerja lokal di proyek hilirisasi.
4. Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto
Myrdal mengungkapkan, dari sisi target secara makro, yaitu asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia, masih realistis di level 5,2%. Ini menurutnya sejalan dengan ekspektasi Maybank pada tahun ini sebesar 5,1% dan 5,22% pada 2024.
"Begitu pula asumsi nilai tukar Rupiah, inflasi, harga minyak ICP yang sejalan dengan pergerakan USD-IDR saat ini. Walaupun dari sisi suku bunga rata-rata surat utang negara 10 tahun terlihat ada potensi yield meningkat dari kondisi saat ini, padahal asumsi inflasi tahun depan berada di bawah 3%," ucap Myrdal.
Dari sisi RAPBN 2024, Myrdal menganggap pemerintah masih tetap bersikap hati-hati atau prudent menjaga fiskal Indonesia tetap di level rendah di bawah 3% terhadap PDB.
"Anggaran pendapatan negara diharapkan tetap mampu mendukung belanja negara yang fokus pada sektor pendidikan, infrastruktur, maupun kesejahteraan dan kesehatan masyarakat agar dapat menopang perekonomian Indonesia tumbuh solid di tahun politik," ucap Myrdal
"Anggaran infrastruktur, baik untuk pembangunan fisik, konektivitas nasional maupun pembangunan ibukota negara baru, juga terlihat kembali menjadi prioritas pada tahun depan atau selepas dari era akhir pandemi pada 2022," tuturnya.
5. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara
Bhima berpandangan, target-target atau asumsi makro yang dipatok pemerintah dalam RAPBN 2024 terlalu optimistis. Ia meragukan, pemerintah bisa mencapai target pertumbuhan dan defisit pada 2024, dan berpotensi munculnya APBN perubahan.
"Super optimis asumsi makro 2024. Bahkan pertumbuhan 5,2% dengan Defisit 2,29% ini cukup membingungkan bagaimana pemerintah bisa mencapainya saya khawatir akan ada APBN Perubahan ditengah jalan terutama pasca Pemilu," tegas Bhima.
Ia mengungkapkan, setidaknya ada lima faktor mengapa target pertumbuhan 5,2% dan defisit 2,29% akan sulit tercapai pada 2024. Pertama karena belanja pemerintah cenderung populis, termasuk soal kenaikan gaji dan pensiunan ASN yang hanya memperlebar belanja rutin pemerintah.
Lalu, Bhima mengingatkan bahwa beban pembayaran bunga utang makin besar sehingga butuh anggaran lebih untuk membayar bunga dan pokok utang. Ini di samping potensi pelaku usaha yang akan menerapkan penundaan ekspansi karena target pajak mencapai Rp 2.307 triliun di tengah basis pajak yang masih sama.
Mega proyek infrastruktur yang masih akan dikejar misalnya IKN menurutnya juga bisa memakan banyak anggaran, termasuk membantu BUMN karya yang bermasalah lewat suntikan modal, sehingga berpotensi memperlebar defisit.
Strategi itu pun dilakukan pada saat bonanza harga komoditas berpotensi berakhir dalam tahun anggaran 2024, sehingga menyebabkan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP tertekan karena masih didominasi oleh setoran dari sektor SDA seperti batu bara.
"Jadi harus dipilih kalau mau pertumbuhan di atas 5% maka defisit perlu dilebarkan, dan fokus ke stimulus ke sektor yang jadi motor utama pertumbuhan: industri, pertanian, dan jasa logistik," ucap Bhima.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]
