Alfamart Cs Mau Setop Jualan Minyak Goreng, Alasannya Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) kembali menagih utang pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng yang sampai dengan saat ini masih belum dibayarkan oleh pemerintah senilai Rp 344 miliar. Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mandey mengatakan, apabila Kementerian Perdagangan tak kunjung membayarkan utangnya itu, maka Aprindo akan lepas tangan jika 31 perusahaan ritel yang terdiri dari 45.000 gerai toko di seluruh Indonesia menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen. Adapun 31 perusahaan ritel yang tergabung diantaranya, ungkap Roy, Alfamart, Indomaret, Hypermart, Transmart, hingga Superindo.
Selain melakukan mogok pembelian minyak goreng, lanjut Roy, langkah yang juga akan dilakukan para peritel adalah melakukan pemotongan tagihan kepada distributor minyak goreng oleh perusahaan peritel kepada distributor migor.
"Dampak yang mungkin terjadi jika dilakukan peritel potongan tagihan atau mengurangi pembelian, misalnya memotong tagihan pasti kan ketidaksetujuan dari pihak produsen, pasti kan ada aspek masalah bisa aja produsennya menyetop, 'bayar dulu dong tagihan ini kan bukan rafaksi' dia nyetop pasokan. Nah kalau menyetop pasokan ada gak minyak goreng di toko?," kata Roy saat konferensi pers di bilangan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Namun demikian, Roy mengaku belum mengetahui kapan peritel akan melakukan pemotongan tagihan hingga menyetop pembelian minyak goreng dari produsen. Meski begitu, Roy mengatakan Aprindo tidak bisa lagi membendung keresahan dari para pengusaha. Jadi langkah-langkah tersebut tergantung dari keputusan perusahaan.
"Saat ini Aprindo sudah gak bisa membendung keresahan anggota. Kita gak bisa menahan anggota. Bahkan penghentian pembelian minyak goreng oleh peritel, bukan Aprindo," jelasnya.
![]() Minyak goreng sawit di pasar modern (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky) |
Lebih lanjut, apabila utang rafaksi tersebut tak kunjung dibayarkan, Roy menyebut pihaknya tidak akan segan-segan untuk membawa gugatan hukum ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) melalui kuasa perusahaan peritel kepada Aprindo.
"Sampai saat ini Kemendag tidak ada itikad baik buat bayar makanya dikasih semua keputusan di tangan peritel. Aprindo tinggal menunggu apa kata peritel dan akan siap ketika 31 perusahaan ritel bilang kami berikan kuasa untuk PTUN, memotong tagihan, dan mengurangi pembelian maka kita lakukan," ujarnya.
Sebelumnya, Roy juga pernah menyampaikan upaya ancaman serupa pada April 2023 lalu, seperti pemotongan tagihan, pengurangan pembelian minyak goreng, penyetopan pembelian minyak goreng dari produsen, hingga menggugat ke PTUN. Namun, hingga saat ini belum ada kejelasan kapan utang itu akan dibayarkan.
Sebelumnya lagi, Kementerian Perdagangan mengatakan kejelasan pembayaran akan tergantung pada pendapat hukum dari Kejaksaan Agung, namun hal itu juga belum cukup untuk pemerintah membayarkan utang rafaksinya tersebut.
Hingga pada akhirnya Kemendag meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memverifikasi terkait nilai utang yang harus dibayarkan pemerintah. Karena ada perbedaan angka antara klaim produsen, peritel, dan pemerintah
Adapun klaim yang diajukan oleh 54 pengusaha minyak goreng kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp 812 miliar. Lalu, Kemendag melalui verifikator PT Sucofindo menyebut utang pemerintah hanya Rp 474,8 miliar, dan klaim peritel ialah sebesar Rp 344 miliar.
Namun demikian, sejak Senin (17/7/2023) lalu, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaku telah memberikan laporan terkait hasil audit utang rafaksi minyak goreng kepada Kemendag.
"Laporan sudah kami sampaikan ke Kemendag, silahkan hubungi Pak Isy Karim Dirjen PDN (Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri) ya," kata Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman BPKP, Salamat Simanullang kepada CNBC Indonesia, Senin (17/7/2023).
Salamat mengungkapkan bahwa pihaknya tidak dapat melakukan audit lagi, karena tidak ada wewenang di dalam regulasinya. Adapun keputusan berikutnya, kata dia, berada di tangan Kemendag selaku pihak yang berhutang.
"Intinya, kami tidak dapat melakukan audit lagi karena tidak ada wewenang di regulasinya. Keputusan berikutnya tergantung Kemendag," kata Salamat.
(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Kabar Terbaru Soal Pemerintah Utang Migor Rp 800 Miliar
