Eksportir Protes Aturan DHE, Kemenko: Tak Ada Pengecualian!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menyatakan komitmennya untuk terus melaksanakan ketentuan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 sejak 1 Agustus 2023. Meskipun banyak kalangan eksportir yang terus memprotes.
Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, keluhan para eksportir itu sebetulnya telah pemerintah tampung dan turut mendiskusikannya langsung dengan mereka. Namun, ia mengingatkan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo PP itu harus dijalankan dan tak ada pengecualian.
"Sudah kita tampung semua, tapi ini kan bukan hal baru, dari dulu tambang, migas, dari 2011 juga sudah kita terapkan ini kan bukan kebijakan baru," kata Susiwijono saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Persoalan yang dikeluhkan para eksportir dalam PP 36/2023 adalah kewajiban memarkir 30% DHE selama tiga bulan di sistem keuangan Indonesia (SKI) karena mereka anggap mengganggu likuditas perusahaan. Namun, menurut Susiwijono besaran 30% sudah berdasarkan basepractice pemanfaatan DHE oleh eksportir selama ini.
Sejak aturan DHE yang berlaku sebelumnya dalam PP 1/2019, Susiwijono mengatakan, para eksportir sumber daya alam (SDA) yang diwajibkan memarkirkan DHE nya, seperti di sektor pertambangan, perkebunan, perhutanan, dan perikanan tidak pernah 100% memanfaatkan DHE nya untuk kepentingan usaha, melainkan hanya di kisaran 70%.
Oleh sebab itu, DHE 30% menurutnya adalah dana-dana yang biasanya tidak terpakai oleh para eksporitr, dan besaran itu pun juga sudah banyak digunakan negara lain yang mewajibkan DHE nya masuk ke sistem keuangan domestik mereka. Maka, menurutnya tak ada alasan para eksporitr tak memarkirkan 30% DHE nya di sistem keuangan Indonesia.
"Jadi enggak ada, kalau dalam dolar data sekian sepuluh tahun kita rinci enggak ada kebutuhan lebih dari 70%, itu basepractice, jadi enggak perlu diragukan," ucap Susiwijono.
Lagipula, 30% DHE yang diparkirkan di dalam negeri itu menurutnya bisa ditempatkan di 7 instrumen yang telah disediakan BI. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.
"Mereka masih bisa dengan fitur dijadikan pinjaman, apa cash collateral, pilihannya banyak sekali, kalau mau memakai, mau memanfaatkan apapun bisa dilakukan dan itu bukan hal baru," tutur Susiwijono.
Setidaknya ada tujuh asosiasi sektor usaha yang menyampaikan secara langsung keberatan aturan tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam itu ke Kemenko Perekonomian, termasuk 1 asosiasi yang diteruskan oleh Kementerian ESDM keluhannya ke Kemenko Perekonomian.
Adapun asosiasi yang telah menyampaikan keberatan itu di antaranya Asosiasi Produsen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia berdasarkan surat nomor 022/DPP/AP5I/2023 tertanggal 11 Juli 2023. Isinya mereka keberatan atas retensi 30% selama 3 bulan dan mengharap tidak menerapkan PP 36/2023 terhadap eksportir yang telah mengkonversi ke dalam rupiah.
Selanjutnya ada dari Asosiasi Pengolahan Rajungan Indonesia dengan surat ber nomor 10/DE/AORI/VII/2023 tertanggal 12 Juli 2023. Isinya sama, keberatan atas retensi 30% selama 3 bulan dan meminta agar PP 36/2023 tidak berlaku untuk produk rajungan.
Asosiasi Demersal Indonesia melalui surat nomor 012/Ketua/VII/2023 tertanggal 12 Juli 2023 menyampaikan keberatan atas retensi 30% selama 3 bulan dan mengharapkan supaya PP 36/2023 tidak berlaku untuk produk perikanan demersal.
Indonesian Petroleum Association dengan surat bernomor 091/BOD/23 tertanggal 13 Maret 2023 menyatakan keberatan atas kewajiban retensi 30% selama 3 bulan karena tidak sejalan dengan kontrak kerja sama (KKS) dengan pemerintah.
Mereka menyebutkan bahwa kontraktor KKS berhak secara bebas mengambil, mengekspor minyak mentah dan gas bumi yang menjadi bagiannya dan menyimpan hasilnya di luar Indonesia.
Lalu juga ada keberatan yang disampaikan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif dengan nomor T-355/MG.04/ME.M/2023 tertanggal 18 April 2023 yang meneruskan keberatan dari Indonesian Petroleum Association terkait kewajiban retensi 30% selama 3 bulan berkaitan dengan product sharing contract (PSC).
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia melalui surat nomor -14/APBI-ICMA/V/2023 tertanggal 10 Mei 2023 menyampaikan keberatan atas retensi selama 3 bulan.
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia melalui surat nomor 254/APKI/07/2023 tertanggal 25 Juli 2023 menyampaikan permintaan audiensi terkait dampak PP 36/2023, demikian juga Asosiasi Eksportir Timah Indonesia melalui surat nomor 07/AETI.oI/II/2023 per 20 Februari 2023 yang juga meminta permohonan audiensi namun terkait ketentuan retensi 30% selama 3 bulan.
Khusus untuk produk minyak dan gas bumi, Susiwijono mengungkapkan, Kementerian ESDM melalui surat Dirjen Minyak dan Gas Bumi nomor B-4603/MG.04/DJM/2023 juga telah mengusulkan untuk mengurangi 9 pos tarif yang termasuk DHE di sektornya. Namun, 9 pos tarif itu tetap masuk ke dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 272 Tahun 2023.
"Kemudian untuk migas ini 9 HS Code yang dimintakan pengecualian kemarin sudah diputuskan di ratas tidak ada pengecualian komoditas SDA migas tapi kita evaluasi 2 bulan," tutur Susiwijono.
(haa/haa)