Jokowi: Presiden Berikutnya Harus Berani Lanjutkan Hilirisasi

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
11 August 2023 13:17
Presiden Jokowi memberikan sambutan pada pembukaan Sidang Umum ke-44 AIPA, Jakarta,(7/8/2023). (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Jokowi memberikan sambutan pada pembukaan Sidang Umum ke-44 AIPA, Jakarta,(7/8/2023). (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan tegas menyebutkan bahwa dalam momentum Pemilihan Presiden RI berikutnya, yang paling penting adalah bagaimana keberanian dari Presiden RI berikutnya untuk menjaga kebijakan yang telah ada saat ini, seperti kebijakan hilirisasi industri.

Hal tersebut diungkapkannya saat bertemu dengan sejumlah pemimpin redaksi media nasional di Jakarta, Kamis (10/08/2023).

"Indonesia membutuhkan pemimpin yang berani untuk menjaga kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk memajukan bangsa. Misalnya, kebijakan hilirisasi industri," ungkap Jokowi, dikutip dari akun Instagramnya, Jumat (11/08/2023).

Menurutnya, kebijakan hilirisasi ini merupakan kebijakan yang bisa mendorong perekonomian nasional dan bisa membuat Indonesia menjadi negara maju.

"Ini kebijakan berani oleh Indonesia yang menghadapi tantangan tidak mudah dan dapat berdampak terhadap ekonomi nasional," ucapnya.

"Karena itulah, seperti tadi saya sampaikan dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media nasional Jakarta, diperlukan konsistensi untuk mempertahankan kebijakan yang telah ada," ujarnya.

Jokowi pun menegaskan, terkait Pemilihan Presiden ini, bukan tentang siapa sosok presidennya, melainkan kesanggupan dan keberanian untuk konsisten terhadap apa yang telah dimulai.

"Jadi, ke depan saya kira bukan tentang siapa presidennya, melainkan kesanggupan sekaligus keberanian untuk konsisten terhadap apa yang sudah kita mulai," tandasnya.

Presiden Jokowi sebelumnya mengungkapkan bahwa hilirisasi, khususnya nikel, di Indonesia telah menguntungkan Indonesia, bukan negara lain, terutama China. Jokowi menyebut, nilai ekspor nikel RI telah melonjak menjadi Rp 510 triliun pada 2022 dari sebelumnya Rp 17 triliun ketika Indonesia hanya mengekspor bijih nikel beberapa tahun lalu.

Hal ini sekaligus menjawab kritikan Ekonom Senior INDEF Faisal Basri yang menyebut hilirisasi nikel RI hanya menguntungkan China.

"Ngitunganya gimana? Kalau hitungan saya berikan contoh nikel, saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp 17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi menjadi Rp 510 triliun," terang Presiden Jokowi menjawab pernyataan Faisal Basri terkait hilirisasi nikel, di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (9/8/2023).

Dengan meningkatnya nilai ekspor logam nikel dari hasil hilirisasi, lanjut Presiden Jokowi, maka hasil pajaknya akan lebih besar ketimbang sebelum nikel dilakukan hilirisasi.

"Bayangkan saja kita negara itu hanya mengambil pajak, mengambil pajak dari Rp 17 triliun sama mengambil pajak dari Rp 510 triliun lebih gede mana? Karena dari situ, dari hilirisasi kita bisa mendapatkan PPN, PPH badan, PPH karyawan, PPH perusahaan, royalti bea ekspor, penerimaan negara bukan pajak semuanya ada di situ. coba dihitung saja dari Rp 17 triliun sama Rp 510 triliun gede mana?" terang Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi juga tak terima tatkala kontribusi hilirisasi ke Produk Domestic Bruto (PDB) Indonesia terus mengalami penurunan. Presiden Jokowi menyebutkan bahwa kontribusi terhadap PDB ekonomi pastinya lebih besar ketika nilai ekspor naik signifikan.

Tak hanya dikritik ekonom nasional, kebijakan hilirisasi RI juga mendulang "serangan" dari dunia internasional.

Seperti diketahui, Uni Eropa hingga Dana Moneter Internasional (IMF) mengkritik dan bahkan menentang kebijakan larangan ekspor mineral, terutama bijih nikel, yang telah diterapkan Indonesia sejak 2020 lalu.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jokowi ke Penerusnya: Jangan Takut Digugat Negara Manapun!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular