Kena Bea Keluar Lebih Tinggi, Freeport McMoran 'Turun Gunung'
Jakarta, CNBC Indonesia - Freeport-McMoRan Inc. (FCX) akhirnya "turun gunung" menanggapi aturan baru mengenai tarif bea keluar untuk produk hasil olahan mineral logam. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.71 tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Mengutip Laporan Kinerja dan Operasional Freeport-McMoran (FCX) Kuartal II 2023, perusahaan Amerika Serikat pemegang 48,76% saham PT Freeport Indonesia ini pun tengah mengamati dampak pengenaan bea keluar terbaru tersebut pada PTFI.
Perusahaan menyampaikan bahwa PTFI saat ini tengah berdiskusi dengan Pemerintah Indonesia perihal kebijakan baru yang mengatur ulang besaran bea keluar ekspor mineral logam tersebut.
Mengingat, berdasarkan ketentuan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI yang efektif berlaku pada 2018 lalu, perusahaan seharusnya tidak lagi dikenakan bea keluar konsentrat setelah progres smelter mencapai 50%.
"PTFI sedang mendiskusikan penerapan bea yang direvisi Pemerintah Indonesia," tulis laporan FCX, dikutip Senin (7/8/2023).
"Di bawah IUPK PTFI, ekspor bea (keluar) ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku pada tahun 2018, dengan ketentuan tidak ada bea (keluar) setelahnya progres smelter mencapai 50%," lanjutnya.
Perlu diketahui, aturan terkait bea keluar ini juga berlaku bagi sejumlah perusahaan yang baru saja mendapatkan relaksasi izin ekspor mineral selama setahun sejak 11 Juni 2023 hingga 31 Mei 2024.
Setidaknya ada lima perusahaan tambang yang diberikan relaksasi ekspor mineral hingga 31 Mei 2024, antara lain PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara/ PT Amman Mineral Industri, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, PT Kapuas Prima Coal/ PT Kapuas Prima Citra, dan PT Kapuas Prima Coal/ PT Kobar Lamandau Mineral.
Kelima perusahaan tambang tersebut kini tengah menuntaskan pembangunan proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Berdasarkan PMK No.71 tahun 2023 ini, pemerintah menetapkan besaran tarif atau bea keluar dari produk hasil pengolahan mineral logam, berdasarkan kapasitas pembangunan smelter minimal mencapai 50%.
"Penetapan tarif bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), didasarkan atas kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian yang telah mencapai paling sedikit 50%," tulis Pasal 11 ayat (4) PMK 71/2023.
Pada PMK No.71 tahun 2023 ini, pengenaan bea keluar dibagi menjadi tiga tahap sesuai dengan tahapan kemajuan fisik pembangunan smelter. Khusus untuk ekspor konsentrat tembaga, besaran bea keluar menjadi sebagai berikut:
- Tahap I, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan kurang dari 50% sampai dengan kurang dari 70% dari total pembangunan, maka perusahaan akan dikenakan bea keluar 10% pada periode 17 Juli-31 Desember 2023 dan naik menjadi 15% pada periode 1 Januari-31 Mei 2024.
- Tahap II, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan kurang dari 70% sampai dengan kurang dari 90% dari total pembangunan, maka akan dikenakan bea keluar 7,5% pada periode 17 Juli-31 Desember 2023 dan naik menjadi 10% pada periode 1 Januari-31 Mei 2024.
- Tahap III, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari 90% sampai dengan 100%, maka perusahaan akan dikenakan bea keluar 5% pada periode 17 Juli-31 Desember dan naik menjadi 7,5% pada periode 1 Januari-31 Mei 2024.
Tahapan kemajuan fisik pembangunan dicantumkan dalam rekomendasi ekspor yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
Namun demikian, jika mengacu pada aturan sebelumnya, PTFI seharusnya dibebaskan tarif bea keluar karena pembangunan proyek smelter telah melebihi 50%. Pasalnya, progres pembangunan smelter tembaga baru milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur, hingga akhir Juli 2023 dilaporkan telah mencapai 75%.
Sesuai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diberikan pemerintah untuk PTFI, bea keluar merujuk pada PMK 164 Tahun 2018. Berikut ketentuannya:
- Tahap I dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan sampai dengan 30 (tiga puluh persen) dari total pembangunan, maka perusahaan akan dikenakan bea keluar 5%.
- Tahap II, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan 50% (lima puluh persen) dari total pembangunan, akan dikenakan bea keluar 2,5%.
- Tahap III, dalam hal tingkat kemajuan fisik pembangunan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total pembangunan dikenakan bea keluar 0%.
Proyek smelter tembaga senilai US$ 3 miliar ini ditargetkan beroperasi pada Mei 2024 mendatang.
Smelter yang digadang-gadang sebagai smelter single line atau satu jalur terbesar di dunia ini diklaim mampu menyerap konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta ton per tahun. Nantinya, produk katoda tembaga yang dihasilkan bisa mencapai 600 ribu ton per tahun.
Selain menghasilkan produk katoda tembaga, smelter ini nantinya akan menghasilkan produk sampingan diantaranya produk yang terkandung dalam lumpur anoda yakni emas dan perak murni sebanyak 6 ribu ton per tahun.
(wia)