
RI Punya Kunci Dunia Jadi 'Raja" Baterai, Ini Buktinya..

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa peran nikel untuk bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik cukup besar. Utamanya apabila dibandingkan dengan mineral lithium.
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, Agus Tjahajana Wirakusumah menjelaskan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik sejatinya terdapat beberapa mineral lain yang dibutuhkan selain nikel. Misalnya seperti lithium dan kobalt.
Namun demikian, material nikel yang dibutuhkan untuk pembuatan baterai mempunyai porsi yang paling besar yakni 16%. Sementara untuk lithium hanya 3% dan kobalt sekitar 4,3%.
"Jadi ketergantungan pabrik terhadap material itu ya jauh orang lebih mencari nikel dulu. Lithium pasti diperlukan tetapi orang juga gak bisa jual lithium tanpa nikel," ujar Agus dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Rabu (2/8/2023).
Sehingga menurut Agus nikel mempunyai peran yang cukup penting dalam menggenjot ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Sekalipun Indonesia tidak mempunyai bahan baku mineral seperti lithium. "Jadi kebutuhan terhadap nikel itu jauh lebih besar karena nikel hampir 16% untuk bahan baku baterai. Jadi besar sekali," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) membeberkan bahwa Indonesia saat ini tengah membangun pabrik katoda baterai lithium di dalam negeri bersama dengan investor China.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan, nantinya pabrik katoda baterai lithium itu akan memiliki kapasitas produksi mencapai 60 ribu ton.
Seperti diketahui, lithium saat ini dipandang penting bagi Indonesia untuk mencapai cita-cita Tanah Air menjadi 'raja' baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Pasalnya, Indonesia memerlukan lithium sebagai komponen penting pembuatan baterai EV. Namun sayang, lithium belum ada di Tanah Air.
Seto membeberkan bahwa investor China yang tengah membangun pabrik lithium di Indonesia adalah BTR New Material Group Co Ltd. BTR kini juga tengah membangun fasilitas produksi anoda yang memiliki kapasitas mencapai 80 ribu ton.
"Ini akan menjadi kunci kita membangun rantai pasok baterai EV. Tanpa pabrik baterai lithium, ini akan menjadi sulit. Pabrik lithium hydroxide kini tengah dalam proses konstruksi. Ini diinvestasikan oleh BTR. BTR ini merupakan salah satu produsen anoda terbesar di dunia," ungkapnya dalam acara "Nickel Conference 2023" CNBC Indonesia di Jakarta, Selasa (25/07/2023).
Seto menjelaskan, pabrik berkapasitas 60 ribu ton lithium itu terbagi menjadi dua jenis produk, yakni lithium hidroksida sebesar 50.000 ton dan lithium karbonat 10.000 ton.
Lithium hidroksida sendiri bisa diproduksi dan digunakan untuk jenis baterai NMC (Nikel, Mangan, Kobalt). Sedangkan, lithium karbonat bisa digunakan untuk jenis baterai kendaraan listrik LFP (Lithium, Iron, Phosphate).
"Jadi lithium hydroxide yang kita miliki, yang sedang dibangun di Morowali akan memiliki kapasitas 60.000 ton lithium, dibagi menjadi 50.000 ton lithium hydroxide, ini untuk baterai NCM, lalu 10.000 ton lithium karbonat untuk baterai LFP," tambahnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penampakan Sisa Tambang Nikel Disulap Jadi Beton & Rumah Baru
