FoodAgri Insight

UU Eropa Bikin Petani RI Susah, Urus Sertifikat Puluhan Juta

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Selasa, 01/08/2023 17:40 WIB
Foto: Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Imbas Undang Undang Anti Deforestasi, Uni Eropa memberlakukan kebijakan baru yaitu pengekspor harus memiliki sertifikat yang menyatakan produk mereka tak merusak lingkungan. Hal ini membuat ekspor produk Indonesia ke Eropa menjadi sulit, khususnya produk-produk seperti kopi, cokelat, karet, minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) lantaran dianggap merusak lingkungan.

Tidak hanya itu, kebijakan ini juga dikeluhkan karena pembuatan sertifikasi tak murah.

"Kopi sendiri tergantung pada petani, cukup mahal, bisa ratusan juta untuk 1 lahan yang disertifikasi. Misal 1.000 hektare ratusan juta," ungkap Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo di Acara FoodAgri Insight on Location Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa di Auditorium Kemendag, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Selasa (1/8/2023).


Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa" di Jakarta, Selasa (1/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)" title="Ketua Umum Gabungan Usaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Marto (tengah) saat menghadiri acara FoodAgri Insight On Location dengan tema "Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa" di Jakarta, Selasa (1/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)" />Foto: Ketua Umum Gabungan Usaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Marto (tengah) saat menghadiri acara FoodAgri Insight On Location dengan tema "Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa" di Jakarta, Selasa (1/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ketua Umum Gabungan Usaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Marto (tengah) saat menghadiri acara FoodAgri Insight On Location dengan tema "Melawan UU Anti-Deforestasi Uni Eropa" di Jakarta, Selasa (1/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono. Eddy bilang untuk pembuatan sertifikasi sawit menguras kocek yang tak sedikit. Untuk itu dia minta bantuan pemerintah.

"Kelapa sawit cukup besar untuk perusahaan bergantung kondisi masing-masing. Yang jelas puluhan juta untuk sertifikasi ini. Sekarang ini ISPO minta ada support dari pemerintah," timpalnya.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia Arif Zamroni belum tahu dan masih membahas soal sertifikasi pohon kakao. Namun menurutnya biaya sertifikasi sama saja dengan kopi maupun sawit menghabiskan biaya hingga ratusan juta.

"Kalau itu biasanya puluhan juta per kawasan, dan kawasan kakao susahnya kecil karena kan ada uji lingkungan, air, segala macem, jadi memang untuk mencapai zero residu memang sertifikat begitu mahal dan itu diperpanjang per 2 tahun. Ini barangkali pemerintah punya terobosan, kalau tidak susah," sebutnya.


(wur/wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Industri Genset Terimbas Efisiensi, Pelaku Usaha Berharap Ini