"Malapetaka" Baru Bumi Makan Korban Lagi: Jerman sampai RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena alam ekstrim akibat perubahan iklim menjadi "malapetaka" baru yang terus mengancam bumi. Sejumlah negara telah merasakan kekeringan ekstrim.
Hal sama juga disebut telah dirasakan Indonesia. Bahkan ini menjadi perhatian media asing.
Berikut lebih lengkapnya, dirangkum CNBC Indonesia, Selasa (1/8/2023).
1. Jerman
Bencana kekeringan dunia mulai mengganggu industri Jerman. Kekeringan melanda Sungai Rhein, yang menjadi poin vital transportasi logistik.
Sungai tersebut mengalami penyusutan dan pendangkalan. Hal ini berdampak pada gangguan pengiriman barang.
Sungai sepanjang 1.230 km itu adalah arteri komersial untuk 80% pengiriman barang ke pedalaman Jerman.Komoditas yang dikirim melalui jalur air itu termasuk minyak mentah dan gas alam.
Tetapi setelah pendangkalan pada tahun 2018 dan 2022, kedalaman Sungai Rhine kembali mencapai titik terdangkal tahun ini, yang membuat kapal pengangkut tak bisa melintasi jalur air itu. Di Kaub, checkpoint untuk tongkang, permukaan air turun ke level terendah tahun ini pada awal pekan.
Salah satu perusahaan yang menggunakan Sungai Rhein sebagai urat nadi operasi adalah Covestro. Pembuat bahan kimia itu mengangkut lebih dari 30% barang jadinya dan menerima sebagian besar bahan baku untuk memproduksinya melalui Rhine.
Covestro sendiri telah melakukan beberapa hal untuk mengakali situasi ini. Perusahaan tersebut telah menyewa dua tongkang air rendah yang mampu memasok pelanggan dengan asam klorida bahkan ketika level Rhine di Cologne turun menjadi 0,40 meter.
"Perubahan iklim dan meningkatnya tingkat air yang rendah merupakan tantangan yang signifikan bagi Covestro serta perusahaan lain," kata Uwe Arndt, yang mengepalai satuan tugas Covestro di Rhine, kepada Reuters pekan salu.
Perusahaan cat dan bahan kimia terkemuka dunia, BASF, juga menderita akibat ini. Perusahaan, yang mendapatkan sekitar 40% bahan mentahnya melalui Rhine, mulai menggunakan kapal air rendah untuk memasok hub Ludwigshafen
"Dalam kasus bahan kimia yang mudah terbakar dan beracun, sungai seringkali merupakan satu-satunya pilihan transportasi yang layak. Tetapi tingkat Kaub di bawah satu meter berarti bahwa tongkang tradisional harus mengurangi kargo mereka lebih dari setengahnya menjadi di bawah 1.500 metrik ton," kata perusahaan pengiriman DTG.
Dampak rendahnya muka air tidak terbatas pada bisnis besar. Produk domestik bruto Jerman menyusut 0,4% pada 2018 karena lalu lintas Rhine melambat.
"Sebagai patokan, jika ketinggian air di Kaub turun di bawah 78 sentimeter selama 30 hari berturut-turut, seperti yang terjadi pada tahun 2022 dan 2018, produksi industri turun sebesar 1%," menurut Kiel Institute for the World Economy.
2. Terusan Panama
Panama memutuskan untuk membatasi kapal yang melintasi Terusan Panama, yang menjadi urat nadi perdagangan antara Samudera Pasifik dan Atlantik. Otoritas Terusan Panama (ACP) telah menerapkan serangkaian draf pembatasan untuk jalur air, membatasi jumlah kapal kargo yang dapat diangkut.
Mulai 30 Juli 2023 kemarin, kapasitas transit harian Terusan Panama akan disesuaikan menjadi rata-rata 32 kapal per hari. Di mana hanya ada 10 kapal di pintu air neo-panamax dan 22 kapal di pintu air Panamax.
ACP mengatakan sedang menerapkan langkah-langkah untuk menghindari pembatasan draf tambahan karena kondisi kering yang berkepanjangan di daerah aliran Terusan Panama, meskipun ada langkah-langkah penghematan air dan datangnya musim hujan.
Badan resmi itu menambahkan, El Niño tahun ini telah mengakibatkan kondisi yang lebih kering dari biasanya di Panama, mengintensifkan kekeringan dan menurunkan permukaan air di Danau Gatun, yang berada di aliran terusan.
3. Tunisia
Cuaca ekstrem yang saat ini melanda sebagian besar Eropa selatan juga mencapai Afrika Utara. Salah satu negara yang terdampak parah adalah Tunisia.
Bahkan sebelum perubahan iklim dan pola cuaca yang berubah meningkatkan suhu di Tunisia, seperti rekan-rekannya di Eropa Selatan, berada dalam masalah. Kurangnya curah hujan selama empat tahun telah memakan korban.
Gambar satelit dari cadangan air Tunisia yang diambil sebelum serangan panas ekstrem saat ini melukiskan gambaran yang gamblang. Tingkat penampungan air yang kosong di negara itu bahkan mencapai 31%.
Hal ini kemudian mengakibatkan Tunisia Utara, yang pernah menjadi lumbung roti dunia Romawi, masuk dalam bencana untuk komoditas pangan biji-bijian seperti gandum dan barley. Di sebagian besar perbukitan yang membentuk petak lanskap utara Tunisia, seluruh bentangan tanah terbengkalai, tanahnya terlalu kering untuk menopang tunas yang ditanam awal tahun ini.
"Petani kehilangan kepercayaan," kata seorang petani bernama Zohra Naffef.
"Ketika saya berbicara dengan mereka dan mencoba menghibur mereka dan memberi tahu mereka bahwa hal-hal masih dapat diperbaiki, saya merasa mereka tidak yakin," katanya.
4. Amerika Serikat (AS)
Kekeringan yang disebabkan suhu udara yang tinggi ikut dirasakan AS. Kekeringan dilaporkan telah mengancam produk pangan di beberapa negara bagian. Wilayah Illinois mencatatkan rekor terkering pada Juni lalu.
Para petani pun resah dengan kejadian ini. Belum lagi harga pupuk dan energi juga naik.
"Kami tahu kami mengalami beberapa kerusakan, beberapa kehilangan hasil, dan beberapa hasil panen tidak sesuai dengan yang kami inginkan, menjadi salah satu tanaman termahal, atau tanaman termahal yang pernah kami tanam di tanah. Pada tahun seperti ini, kami membutuhkan lebih banyak pendapatan daripada biasanya," jelas seorang petani bernama David Meiss.
Di Kansas, peternak hewan pangan juga mengeluhkan situasi kekeringan yang mengancam. Pasalnya, dengan suhu yang memanas dan kekeringan hewan ternak ditakutkan tidak dapat menahan kondisi tersebut dan akhirnya bisa mati.
"Air, air, air, itu adalah masalah nomor satu yang bisa kita hadapi dengan ternak. Anda tidak dapat memiliki lebih banyak ternak daripada air yang Anda miliki," kata peternak asal Kansas, Zach Blair.
Situasi serupa juga mengancam wilayah Barat Negeri Paman Sam. Di Negara Bagian Washington, otoritas setempat telah mengumumkan deklarasi kekeringan di 12 kabupaten wilayah itu.
Pada bulan Juni, negara bagian Washington hanya menerima 49% dari curah hujan biasanya, menghilangkan kelembaban terakhir dari tanah sebelum musim panas tiba.
"Aliran sungai dan tingkat reservoir di beberapa daerah jauh di bawah normal, dengan prakiraan menunjukkan kemungkinan kecil bahwa kondisi akan membaik musim panas ini," menurut Departemen Ekologi.
"Kondisi ini menyebabkan kesulitan yang tidak semestinya bagi pengguna air, termasuk sistem air komunitas kecil dan petani," tambahnya.
5. China
Di Asia, China juga ikut merasakan fenomena global ini. Awal bulan ini, Negeri Panda diguncang banjir bandang karena anomali cuaca.
Meski menurunkan angka kerusakan bila dibandingkan situasi serupa tahun lalu, Beijing masih mencari cara bagaimana agar negara itu bisa selamat dari bencana iklim.
"Negara ini diperkirakan akan mengalami peristiwa cuaca yang relatif lebih ekstrem," kata Wakil Menteri Manajemen Darurat dan Sumber Daya Air Wang Daoxi, seraya menambahkan bahwa curah hujan yang lebih tinggi secara berkala, banjir, dan gelombang panas yang menyengat diperkirakan akan terjadi.
Kondisi ini juga mengancam bisnis agrikultur. Laporan tentang hewan ternak dan tanaman yang menderita pola cuaca ekstrem mulai muncul di permukaan bulan lalu, meningkatkan kekhawatiran tentang ketahanan pangan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Babi, kelinci, dan ikan telah mati karena suhu yang terlalu panas. Di sisi lain, ladang gandum di China tengah telah dibanjiri oleh curah hujan terberat dalam satu dekade.
Sementara itu, para pejabat khawatir kekeringan dapat melanda lembah Sungai Yangtze. Ini adalah wilayah penghasil beras utama China, dalam beberapa bulan mendatang.
"Cuaca ekstrem seperti kekeringan dan banjir dapat mengganggu pesanan produksi pangan dan membawa lebih banyak ketidakpastian pada pasokan pangan dan minyak," tulis Sheng Xia, kepala analis pertanian Citic Securities.
6.Indonesia
Indonesia juga merupakan salah satu negara yang terdampak adanya fenomena cuaca panas. Hal ini disebabkan adanya kejadian El Nino dan juga Indian Ocean Dipole (IOD) yang membuat suhu kemudian meninggi.
Sekitar 92% wilayah RI disebut akan melalui musim kemarau yang "lebih keras dari biasanya". Fenomena ini pun berpengaruh terhadap industri pertanian tanah air.
Salah satu wilayah Desa Ridogalih di wilayah Jawa Barat misalnya, melaporkan sumur dan sungai sudah mengering sejak bulan Juni lalu. Persawahan yang tadinya subur dilaporkan mulai berubah menjadi tanah gersang dengan batang-batang padi yang sudah layu mencuat dari permukaan tanah.
Channel News Asia (CNA) melaporkan prediksi miris di mana sekitar 48,5 juta orang di seluruh Indonesia akan mengalami akses air bersih yang berkurang. Enam provinsi disebut akan mengalami keadaan darurat yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Yogyakarta di Pulau Jawa bersama dengan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
(sef/sef)