
Kudeta Pecah di Negara Ini, Warga Teriak 'Hidup Putin'

Jakarta, CNBC Indonesia - Nama Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi salah satu nama yang digemakan oleh sebagian warga yang mendukung kudeta di Niger. Hal ini terdengar dari teriakan warga yang sedang berdemonstrasi di depan Kedutaan Prancis, Minggu (30/7/2023).
Dalam pantauan CNN International, warga yang mendukung digulingkannya Presiden Mohamed Bazoum berdemo di depan Kedutaan Prancis sambil menjatuhkan plakat kedutaan dan menggantinya dengan simbol Rusia dan Niger. Teriakan "Hidup Putin", "Hidup Rusia", dan "jatuhlah Prancis" terdengar di antara kerumunan.
Pasukan keamanan Nigeria terlihat mengerahkan gas air mata dalam upaya untuk membubarkan para pengunjuk rasa. Sebuah foto dari tempat kejadian menunjukkan orang mencoba menyalakan api di luar kompleks.
Niger memiliki sejarah panjang kudeta militer sejak kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 1960, meskipun dalam beberapa tahun terakhir secara politik kurang stabil. Ketika Bazoum mulai menjabat pada tahun 2021, itu adalah transfer kekuasaan demokratis pertama di negara itu.
Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) pada hari Minggu menuntut agar Bazoum dilepaskan dalam waktu seminggu. Jika junta tetap berkuasa, kelompok itu mengancam "mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memulihkan tatanan konstitusional di Republik Niger".
Niger adalah koloni Prancis selama lebih dari 50 tahun sebelum merdeka pada tahun 1960. Meski telah merdeka, banyak warga Niger percaya Prancis terus bertindak sebagai kekuatan kekaisaran dan merampas sumber daya alamnya.
"Niger terlalu menderita di bawah perintah Prancis. Saya sudah menganggur selama 10 tahun karena sistem mereka," kata Karimou Sidi, salah satu pengunjuk rasa, kepada CNN International.
"Kami menginginkan kebebasan," tambahnya.
Hadiza Kanto, seorang mahasiswa yang datang untuk memprotes, mengatakan dia mendukung para pemimpin kudeta karena "mereka menentang Prancis yang merampok kita semua".
"Kita akan mengeluarkan Prancis dari Afrika," kata Kanto.
Rusia, dalam beberapa tahun terakhir, berusaha memanfaatkan sentimen anti-kolonial itu untuk memperkuat pengaruhnya di seluruh benua. 17 kepala negara Afrika melakukan perjalanan ke St. Petersburg pada hari Kamis untuk KTT Afrika-Rusia.
Gerakan anti-Prancis dan pro-Rusia bukanlah hal baru di kawasan Barat Afrika ini. Terakhir, hal tersebut terjadi di Burkina Faso, di mana pemerintah militer menuntut kepergian pasukan Prancis dari negara itu awal tahun ini.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Heboh Kudeta di Niger, Raja Salman Akhirnya Buka Suara