
Pengusaha Tambang Protes Keras Soal DHE, Ini Dia Alasannya

Jakarta, CNBC Indonesia - Para pengusaha tambang menyampaikan kritikan atas kebijakan baru pemerintah terkait kewajiban eksportir untuk menyimpan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di sistem keuangan dalam negeri minimal 3 bulan.
Peraturan anyar yang dikeluarkan oleh pemerintah itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 yang merevisi aturan sebelumnya yakni PP No.1 tahun 2019, tentang DHE dari kegiatan pengusahaan, pengelolaan, dan atau pengolahan sumber daya alam (SDA).
Peraturan ini mengamanatkan supaya DHE SDA yang disimpan eksportir minimal US$ 250 ribu di sistem keuangan domestik paling singkat berjangka waktu tiga bulan sejak penempatan dalan rekening khusus SDA.
Plh Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Indonesia atau Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menyebutkan bahwa pihaknya keberatan atas peraturan yang akan berlaku efektif pada 1 Agustus 2023 itu.
Dia menilai, PP anyar tersebut tidak sesuai dengan apa yang sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 1999 perihal lalu lintas devisa bebas.
Dia mengatakan bahwa PP 36/2023 itu akan mengganggu likuiditas dunia usaha yang sudah diatur sebelumnya dalam undang-undang.
"BI menganut Undang-Undang Lalu Lintas Lintas Devisa Bebas, sehingga penahan DHE tidak sesuai dengan aturan di atas, akan membuat menggangu likuiditas pada dunia usaha," jelas Djoko kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/7/2023).
Adapun, Djoko mengatakan bahwa para pengusaha khususnya pengusaha pertambangan sektor mineral dan batu bara (minerba) mengkhawatirkan apabila nantinya DHE tersebut disimpan dalam sistem perbankan dalam negeri, maka tidak bisa mencukupi kebutuhan atas valuta asing.
Hal itu dikarenakan penyimpanan DHE dalam negeri bisa memungkinkan pemerintah menggunakan cadangan itu untuk membayar utang pemerintah.
"Devisa masuk ke sistem perbankan Indonesia membuat banyak jumlah cadangan dolar. Masuk ke pasar uang jangan dipakai pembayaran utang pemerintah, sehingga kekhawatiran tidak cukupnya valuta asing tidak dapat diatasi, karena TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) di pertambangan masih rendah," tambahnya.
Hal itu kembali ditekankan oleh Djoko, dia menyebutkan bahwa dalam PP tersebut DHE yang diparkir dalam negeri bisa dipakai untuk membayar utang pemerintah.
"Kalau industri tambang kan semua barangnya barang asing. Kalau uangnya diparkir dan dalam PP-nya itu boleh dipakai untuk bayar utang dan sebagainya. Tapi kan perlu rekomendasi, perlu pengajuan, proses birokrasi berkepanjangan," tegas Djoko.
Perlu diketahui, dalam aturan tersebut memang tertulis bahwa DHE yang diparkir dalam negeri diperlukan untuk meningkatkan sumber pembiayaan valuta asing dalam negeri yang bisa menjadi substitusi terhadap penarikan utang dari luar negeri.
"Dalam upaya peningkatan sumber pembiayaan valuta asing dalam negeri tersebut, diperlukan peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga valuta asing agar seimbang dengan pertumbuhan kredit valuta asing perbankan di domestik, dan secara berkesinambungan dapat memberikan nilai positif bagi perekonomian nasional dengan menjadi substitusi terhadap penarikan utang dari luar negeri," tulis aturan tersebut.
Adapun, lanjut Djoko, birokrasi yang berkepanjangan tersebut dapat memperbesar potensi munculnya penyimpangan.
"Ini ada potensi penyimpangan, nanti kalau ditanya penyimpangan gimana, orang masukkan dolar ke sini jadi rupiah, orang (pengusaha) butuh duit harus ada rekomendasi, memang rekomendasinya bisa gampang?," ucapnya.
Dia mengatakan bahwa nantinya tidak mudah bagi perusahaan untuk mencairkan dana bila DHE tersebut tersimpan dalam negeri. Djoko menyebutkan birokrasi di dalam negeri terlalu berputar-putar.
"Nah sekarang kalau utang perusahaan tambang, yang capital intensive, sparepart dari luar negeri, harus bayar pakai dolar kan. Kalau sekarang dimasukkan dalam negeri, ngeluarinnya susah, minta duit 100 juta saja harus minta tanda tangan seabrek-abrek," bebernya.
Dia juga membandingkan ketika DHE tersebut disimpan di bank luar negeri. Menurutnya, bank luar negeri bisa lebih menjamin keuangan perusahaan pertambangan. Djoko mengatakan bahwa bila DHE tersebut disimpan dalam negeri, maka biaya ekonomi yang akan dikocek oleh pengusaha lebih besar dibandingkan bunga yang diperoleh.
"Kemudian kalau saya letakkan (DHE) di luar negeri, kalau saya butuh apa-apa tinggal ngambil, bayar, gak ada biaya-biaya. Dan kita dapat bunga kalau di luar negeri, dapat insentif. Di kita nyimpan bunga bank berapa? Biaya ekonomi yang dikeluarkan lebih tinggi dari bunga bank yang kita terima kan," tandasnya.
Tak ketinggalan, pengusaha tambang batu bara juga turut melontarkan kritikannya terhadap kebijakan baru ini. Apa kata mereka? Simak di halaman berikutnya.
