Internasional

Rusia Resmi Umumkan 'Kiamat Makanan', Efek Ngeri Mulai Terasa

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
Selasa, 18/07/2023 16:40 WIB
Foto: REUTERS/STRINGER

Jakarta, CNBC Indonesia - Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam yang memungkinkan Ukraina dan Rusia untuk terus mengekspor produk pangannya di tengah peperangan tidak dilanjutkan. Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran global terkait naiknya harga bahan pokok.

Kesepakatan terbaru dari inisiatif itu habis pada Senin (17/7/2023). Belum berlanjutnya inisiatif ini dikarenakan penolakan dari Rusia, yang beralasan perjanjian itu saat ini hanya mendukung produk pertanian Ukraina dan bukan ekspor pupuk Rusia yang juga termasuk dalam kesepakatan.

Beberapa jam sebelum berakhirnya perjanjian, Rusia menegaskan mereka tidak akan memperbarui Prakarsa Butir Laut Hitam.


"Hari ini adalah hari terakhir kesepakatan Biji-bijian. Ketika bagian masing-masing untuk keuntungan Rusia terpenuhi, Rusia akan kembali ke kesepakatan," ujar Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Senin, dikutip CNBC International.

Sebelum pasukan Rusia menyerbu perbatasan Ukraina pada akhir Februari 2022, Ukraina dan Rusia diketahui merupakan salah satu lumbung pangan dunia. Kedua negara yang saling bertempur itu memproduksi biji-bijian seperti gandum dan jagung.

Peperangan keduanya pun telah mengganggu jalur distribusi pangan bagi dunia, utamanya negara-negara seperti Timur Tengah dan Afrika. Pasalnya, wilayah itu cukup bergantung dari pasokan kedua negara.

Pengiriman produk pertanian tersebut sempat terhenti selama hampir enam bulan sampai perwakilan dari Ukraina, Rusia, PBB, dan Turki setuju untuk membangun koridor laut kemanusiaan dalam bentuk inisiatif itu. Tercatat, Inisiatif Biji-bijian Laut Hitam telah berulang kali diperpanjang dalam waktu singkat.

Harga gandum, jagung, dan kedelai semuanya naik di tengah berita tersebut. Gandum berjangka melonjak 3% pada hari Senin, mencapai level tertinggi 689,25 sen per gantang, level tertinggi sejak 28 Juni ketika kontrak diperdagangkan setinggi 706,25 sen.

Harga gandum tetap jauh di bawah level puncak 1.177,5 sen per gantang yang dicapai pada Mei tahun lalu. Untuk jagung berjangka melonjak hingga setinggi 526,5 sen per gantang, sementara kedelai berjangka naik ke level 1.388,75 sen per gantang.

Simon J. Evenett, seorang spesialis dalam perdagangan global di University of St. Gallen, mengatakan pada hari Senin bahwa penarikan Rusia mencerminkan "coup de grace" atau klimaks dari situasi yang memburuk.

"Hilangnya Kesepakatan Laut Hitam merupakan pukulan bagi negara-negara yang mencari gandum Ukraina yang lebih murah. Selama ini tidak memicu banyak larangan ekspor, matinya kesepakatan itu (menjadi) gangguan kecil," kata Evenett melalui email.

"Ke depan yang penting adalah apakah Rusia mempersenjatai ekspor gandum. Selama siklus panen terakhir dan saat ini, Rusia adalah pemasok terbesar dunia, mengekspor sekitar 45 juta metrik ton."

Evenett mengatakan pelaku pasar harus memantau dengan cermat prospek Moskow memberlakukan kenaikan pajak ekspor mengingat hal ini kemungkinan akan menaikkan harga biji-bijian lebih lanjut dan membantu Kremlin membiayai kampanye militernya di Ukraina.

Sementara itu, Direktur Kedaruratan Afrika Timur di Komite Penyelamatan Internasional (IRC), Shashwat Saraf, mengatakan dampaknya akan sangat besar di Somalia, Ethiopia dan Kenya, yang telah menghadapi kekeringan terburuk dalam beberapa dekade.

"Saya tidak tahu bagaimana kami akan bertahan," kata Halima Hussein, seorang ibu dari lima anak yang tinggal di kamp di ibu kota Somalia, Mogadishu.

Sejak ditandatangani pada Juli tahun lalu, PBB mengatakan Inisiatif Butir Laut Hitam telah memungkinkan lebih dari 32 juta metrik ton komoditas pangan diekspor dari tiga pelabuhan Laut Hitam Ukraina yakni Odessa, Chornomorsk, dan Pivdennyi, ke 45 negara di seluruh dunia.

Karena alasan inilah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggambarkan kesepakatan itu sebagai "peran yang sangat diperlukan" dalam ketahanan pangan global.

Guterres mengatakan pada awal Juli bahwa perjanjian itu "harus dilanjutkan" pada saat konflik, krisis iklim, harga energi, dan faktor lainnya mengganggu produksi dan keterjangkauan pangan, sementara 258 juta orang menghadapi kelaparan di 58 negara di seluruh dunia.

Meski begitu, Peter Ceretti dari Eurasia Group mengatakan kepada CNBC bahwa pihaknya tidak memprediksi penangguhan kesepakatan memicu serangan yang berpotensi mendestabilisasi harga dalam waktu dekat. Pasalnya, masih ada jalur lain yang dapat digunakan untuk ekspor pangan.

"Pengiriman biji-bijian Rusia akan berlanjut, dan berakhirnya kesepakatan tidak akan sepenuhnya menghentikan pengiriman Ukraina melalui Laut Hitam atau melalui Eropa," kata Ceretti melalui email.

"Namun, ke depan, akhir dari kesepakatan biji-bijian akan menambah tekanan kenaikan lainnya pada harga pangan, seperti kekeringan di Eropa dan permulaan El Nino. Pasar yang paling terpengaruh oleh runtuhnya kesepakatan adalah negara-negara di Afrika Utara dan Levant yang mengimpor biji-bijian dalam jumlah besar dari wilayah Laut Hitam," tambahnya.


(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Tak Ada Kemajuan, Trump - Putin Bicara Perang Ukraina