
Gak Terima Aksi Jokowi di WTO, Uni Eropa Ingin RI Menyerah!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia saat ini sudah mengajukan banding atas kekalahan gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Tak terima dengan banding gugatan tersebut, Uni Eropa (UE) meminta pemerintah Indonesia menyerah dan membuka kembali ekspor bijih nikel tersebut.
Uni Eropa bahkan menyiapkan siasat baru, supaya pemerintah Indonesia menyerah. Yakni meluncurkan konsultasi tentang penggunaan Peraturan Penegakan atau Enforcement Regulation, yang kelak bisa memperumit ekspor barang-barang dari Indonesia ke negara-negara Uni Eropa termasuk pengenaan bea masuk.
Pemerintah melalui Staf Khusus Menteri Perdagangan Bara Khrisna Hasibuan mengatakan, bahwa Uni Eropa menginginkan bahwa Indonesia menyerah atas kekalahan gugatan di WTO pada tahap pertama di tahun lalu.
Sebagaimana diketahui, pada tahap pertama gugatan Uni Eropa di WTO, Indonesia dinyatakan kalah, namun Indonesia mengajukan banding gugatan tersebut pada akhir tahun 2022. Banding gugatan menjadi satu mekanisme yang diperbolehkan di WTO.
Alhasil, keputusan pertama atau kekalahan Indonesia dalam gugatan Uni Eropa di WTO tidak mengikat. Artinya, Indonesia masih bisa melaksanakan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
"Selama belum ada keputusan dari majelis banding maka keputusan di tingkat pertama itu tidak mengikat atau non banding jadi Indonesia bisa terus dengan kebijakan itu dan itu yang mereka tidak bisa terima. Mereka maunya itu setelah ada keputusan tingkat pertama Indonesia menyerah dan mengubah kebijakan dalam arti kita mencabut larangan ekspor banned untuk komoditi nikel itu," ungkap Bara kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (18/7/2023)
Oleh karena tak terima dengan banding Indonesia, kata Bara, Uni Eropa meluncurkan Enforcement Regulation. Yakni suatu mekanisme internal Uni Eropa untuk berkonsultasi melihat kerugian dari satu kebijakan yang diambil oleh negara lain yang berdampak kepada Uni Eropa.
"Jadi mereka mengambil ini sebagai suatu upaya untuk apakah mereka bisa melakukan suatu tindakan membalas dari kebijakan larangan ekspor kita," terang Bara kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (18/7/2023).
Pemerintah RI berharap Uni Eropa menghormati mekanisme yang dijamin oleh WTO perihal banding gugatan tersebut.
"Lewat Enforcement Regulation, mereka (Uni Eropa) hanya ingin membalas dari kebijakan kita yang membanding gugatan larangan ekspor secara total yang menimbulkan kerugian pada industri mereka. Jadi mereka konsultasi dulu, kalau memang sudah ada respon dan memang dinyatakan ada case (kerugian) mereka bisa mengajukan dengan retaliation tersebut. Misalnya mengenakan bea masuk kepada barang-barang kita yang masuk kepada Uni Eropa selama ini," ungkap Bara.
Sebelumnya, dalam kebijakan Enforcement Regulation yang diterbitkan Uni Eropa. Para pemangku kepentingan UE memiliki waktu hingga 11 Agustus 2023 untuk memberikan pandangan mereka tentang penggunaan Enforcement Regulation dalam kasus ini. Adapun tindakan yang bisa dilakukan ini dapat mencakup pengenaan bea atau pembatasan kuantitatif pada impor/ekspor.
"Peraturan Penegakan Uni Eropa memungkinkan untuk menegakkan kewajiban internasional, yang telah disetujui oleh sesama anggota WTO, ketika perselisihan perdagangan diblokir meskipun UE telah berupaya untuk mengikuti prosedur penyelesaian perselisihan dengan itikad baik," ungkap Uni Eropa dalam situsnya yang dikutip, Jumat (14/7/2023).
"Pada saat yang sama, UE akan melanjutkan upaya untuk mencapai solusi yang disepakati bersama atas sengketa bijih nikel tersebut, termasuk terus mengajak Indonesia untuk bergabung dalam Multi-Party Interim Appeal Arrangement (MPIA)," terang situs tersebut.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mengejutkan! Ini Biang Kerok Alasan RI Kalah di Gugatan WTO
