Luhut Mau Impor 50.000 Ekor Sapi dari Afsel, Apa Risikonya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Menko bidang Kemaritiman dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan rencana impor 50.000 ekor sapi dan 300.000 ton kedelai dari Afrika Selatan (Afsel).
Rencana itu sebagai upaya memperkuat dan memperluas perdagangan bilateral di sektor pertanian.
Lalu amankah jika Indonesia mengimpor sapi dan kedelai dari Afrika Selatan?
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang mengatakan, saat ini berbagai jenis penyakit eksotik masih ditemukan di Afrika Selatan.
Penyakit eksotik, kata dia, penyakit yang menyerang hewan, termasuk hewan ternak, yang bisa ditularkan lewat udara maupun media lainnya. Seperti, penyakit mulut dan kuku (PMK), Avian Influenza (AI), maupun Antraks.
Karena itu, Bambang menyarankan, rencana mengimpor hewan hidup dari Afrika Selatan sebaiknya ditunda dulu.
"Iya (ditunda dulu). Meski di kita sekarang ada PMK, bukan berarti jadi bebas mengimpor dari wilayah yang belum bebas. Sangat berisiko," katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (13/7/2023).
"Untuk sapi sebaiknya tidak dilakukan karena banyak penyakit eksostik ternak di Afsel," tambahnya.
Apalagi, lanjut Bambang, Indonesia dan Afrika Selatan belum memiliki kerja sama bidang karantina.
"Untuk komoditas kedelai Afsel belum ajukan permohonan untuk dilakukan AROPT (Analisis Resiko Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina)-nya, rekognisi keamanan pangannya dan registrasi lab belum termasuk dalam ruang lingkup. (Sapi) juga belum mengajukan permintaan," jelas Bambang.
"Untuk kedelai kita bisa minya Afsel mengajukan permohonan ekspor dan karantina lakukan AROPT dan registrasi laboratoriumnya. Sedangkan untuk sapi sebaiknya tidak dilakukan," lanjutnya.
Jika Indonesia memang ingin mengimpor kedelai dari Afrika Selatan, imbuh dia, dalam rangka kerja sama kedua negara, Indonesia bisa membantu persiapannya.
"Kalau kita yang butuh, bisa kita lakukan analisis risiko ke sana dan meminta Afsel menyiapkan persyaratannya. Kita bantu agar impor dari sana aman dari kemungkinan bawa penyakit dan organisme pengganggu tumbuhan," terangnya.
Selain itu, kata Bambang, rencana membangun pulau karantina Indonesia hingga saat ini juga belum terealisasi. Sehingga, impor hewan hidup dari wilayah berisiko akan membahayakan Indonesia.
"Sangat berisiko karena banyak jenis penyakit di sana yang belum ada di Indonesia," katanya.
"(Soal pulau karantina) belum akrena banyak faktor dan bukan dari Karantina (Barantan) semata. Dari pelaku usaha juga belum siap, soal keamanan kalau mereka menempatkan hewan-nya di sana bagaimana. Karena kan itu harus pulau dengan radius tertentu dari pemukiman," paparnya.
Seperti diketahui, sektor peternakan di dalam negeri saat ini tengah menghadapi persoalan serius. Setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK pada tahun 1990, pada 5 Mei 2020 kasus pertama PMK kembali ditemukan di Indonesia. Tepatnya di Jawa Timur.
Sebelumnya, kasus demam babi Afrika juga muncul di Indonesia, juga kasus wabah penyakit kulit berbenjol (Lumphy Skin Disease). Terbaru, kasus penyakit Antraks kembali mencuat, dengan temuan kasus di Gunung Kidul, Yogyakarta.
(dce/dce)