Peringatan BMKG Ada Petaka Ancam Bumi, Wajib Lakukan Ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena perubahan iklim semakin mengkhawatirkan. Dan, memicu dampak yang lebih luas hingga skala global.
Hal itu, ujarnya, terlihat dari berbagai peristiwa, mulai dari suhu udara yang lebih panas, terganggunya siklus hidrologi, hingga maraknya bencana hidrometeorologi di berbagai belahan dunia.
"Perubahan iklim ini juga mengancam ketahanan pangan seluruh negara," kata Dwikorita dalam keterangan resmi diterima Selasa (11/7/2023).
"Bahkan organisasi pangan dunia, FAO, memprediksi tahun 2050 mendatang, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim. Sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen," tambahnya.
Dia mengatakan, dampak perubahan iklim yang dialami negara-negara di dunia berbeda-beda. Seperti cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, dan krisis air.
Karenanya, perlu tindakan konkret seluruh negara untuk menekan laju perubahan iklim ini.
"Dibutuhkan aksi mitigasi dan adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim. Dengan menekankan di 3 aspek. Yaitu ekonomi, sosial, dan ekosistem atau bentang alam," ujarnya.
"Langkah-langkah strategis harus dilakukan guna mencegah risiko yang lebih fatal," kata Dwikorita.
Sementara itu, Dwikorita mengutip laporan organisasi meteorologi PBB, World Meteorological Organization (WMO), tahun 2022 menempati peringkat ke-6 tahun terpanas dunia.
Di mana, tahun 2015-2022 menjadi 8 tahun terpanas dalam catatan WMO. Pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama), dengan tahun 2020 sedang on-the-track menuju salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.
"Di Indonesia, berdasarkan pengamatan yang dilakukan di 91 stasiun BMKG menunjukkan, suhu permukaan rata-rata pada tahun 2022 lebih tinggi 0,9°C dibandingkan tahun 1981-2010. Menandakan fenomena peningkatan suhu juga terjadi secara lokal dan global," paparnya.
Dia menjelaskan, pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas bencana hidrometeorologi.
"Salah satunya adalah kejadian kebakaran hutan dan lahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kekeringan yang ekstrem. Tapi juga menyebabkan peningkatan emisi karbon dan partikulat ke udara," tuturnya.
"BMKG terus melakukan berbagai aksi mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Di sektor pertanian, BMKG rutin menggelar sekolah lapang iklim (SLI) dengan sasaran penyuluh pertanian dan petani dari berbagai komoditas unggulan. Langkah ini juga untuk memperkuat literasi cuaca dan iklim mereka," pungkas Dwikorita.
(dce/dce)