
Awas Xi Jinping, Musibah Baru Ancam China: Deflasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian China terancam mengalami deflasi. Ini terlihat dari penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dialami negara itu.
IHK datar dari tahun ke tahun dan turun 0,2% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Sementara harga gerbang pabrik turun pada laju tercepat sejak 2016 karena permintaan untuk produk konsumen dan manufaktur melemah.
Analis memperkirakan angka tersebut akan memimpin bank sentral China, People's Bank of China (PBoC), untuk menurunkan suku bunga lagi. Langkah ini akhirnya menambah putaran pemotongan bulan lalu yang diyakini Beijing harus ditambah dengan kebijakan stimulus fiskal.
"China masih tumbuh. Pertanyaannya adalah apakah akan mencapai targetnya. Dalam hal pemulihan itu, masih ada, tetapi kekhawatirannya adalah melambat," kata Heron Lim, ekonom di Moody's Analytics, kepada Financial Times (FT), Senin, (10/7/2023).
China menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto sebesar 5% tahun ini karena ekonomi muncul dari kontrol Covid-19 yang kejam. Namun pemulihannya terlihat rapuh, dengan harga properti dan ekspor turun.
Sementara itu, Indeks Harga Produsen turun 5,4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ini merupakan penurunan yang lebih dalam dari pelemahan 4,6% di bulan Mei.
Analis Goldman Sachs mengatakan penurunan itu sebagian karena harga komoditas yang lebih lemah dan berlanjutnya potongan harga karena festival belanja online pertengahan tahun "618" China.
Inflasi makanan naik di bulan Juni sebagian karena harga sayuran yang lebih tinggi, yang meningkat 10,8% tahun ke tahun dibandingkan dengan penurunan 1,7% dari bulan Mei. Tetapi harga daging babi rendah karena lemahnya permintaan, turun 7,2% di bulan Juni.
"Pembacaan inflasi yang sangat rendah mendukung pandangan kami bahwa PBoC kemungkinan akan menerapkan dua putaran lagi pemotongan suku bunga," tulis ekonom Nomura dalam catatan penelitian.
Ekonom Nomura menambahkan bahwa bank sentral mungkin juga berusaha untuk melepaskan lebih banyak likuiditas. Namun ini mengharuskan bank mempertahankan tingkat dana tertentu sebagai tindakan kehati-hatian.
"Terlepas dari fakta bahwa ekonomi cukup dekat dengan deflasi, tampaknya PBoC tidak melihat stimulus moneter seperti yang akan dilakukan Fed AS atau Bank Sentral Eropa," tambah Lim.
Melemahnya kinerja ekonomi terjadi ketika para ekonom China mendesak pemerintah untuk beralih dari bentuk stimulus tradisionalnya dari proyek infrastruktur besar menjadi penargetan konsumen.
"Ini bisa lebih langsung berhubungan dengan hambatan dan kekurangan ekonomi kita yang sebenarnya," kata Cai Fang, seorang ekonom senior dari Akademi Ilmu Sosial China.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Ngegas, Ekonomi Ditarget Melesat 5% Tahun Ini